AESENNEWS.COM, OPINI - Politik identitas masih menjadi momok menakutkan jelan Pemilu 2024, hantu politik identitas mesti dikunci untuk menghindari efek domino mengkuras toleransi dan unsur kebhinekaan sebagai perekat bangsa ini.
Aktor politik turut bertanggung jawab untuk memastikan pesta demokrasi pemilu maupun pilkada digelar secara sehat, walaupun strategi penggunaan isu purba politik identitas, suka atau tidak, tergolong ampuh untuk merebut suara.
Setelah di tetapkannya Hari Toleransi Internasional oleh PBB pada 1996 dan diperingati setiap 16 November, Imparsial mengingatkan pemerintah dan segenap bangsa untuk meneguhkan kembali penghormatan dan pengakuan atas keberagaman.
Peringatan Hari Toleransi Internasional dilakukan menindaklanjuti deklarasi tentang Prinsip-prinsip toleransi oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), sekaligus merespons praktik intoleransi, diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan yang terjadi di banyak belahan dunia.
Indonesia berada dalam ancaman perpecahan imbas aktor politik yang menerapkan politik identitas sebagai jurus memenangi pemilu maupun pilkada.
Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri Menjelaskan dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 14 November 2022 yang mengukur tingginya kekhawatiran masyarakat akan tergerusnya toleransi pada Pemilu 2024.
Jajak pendapat tersebut menyimpulkan sebanyak 24,8 persen responden meyakini intoleransi terjadi tak lepas dari belum dewasanya masyarakat dalam berpolitik. Namun, sebanyak 22,2 persen menganggap hal tersebut imbas dari persaingan antar-tokoh atau elite politik yang bersaing secara sehat, 17,3 persen meyakini intoleransi menjamur buntut penggunaan politik identitas, sebanyak 16,6 persen menganggap akibat dari Pemilu 2019 yang belum mereda.
"Publik perlu mewaspadai potensi melemahnya nilai toleransi dan kebhinekaan selama proses politik elektoral menuju pemilu 2024".
Perilaku intoleran yang kerap terjadi pada pemilu tahun kemarin memberikan efek domino yang tidak hanya berdampak pada pelaksanaan pemilu yang dipenuhi kebencian dan permusuhan, melainkan juga melanggengkan permusuhan dan segregasi di masyarakat. Akibat dari segregasi politik pemilu 2019 dapat kita rasakan dampaknya hingga saat ini masih adanya keterbelahan, permusuhan dan perpecahan di dalam masyarakat, seperti melabelkan istilah cebong, kadrun ataupun kampret kepada pendukung pasangan politik.
Reporter: Jufri