AESENNEWS.COM - Menurut Black’s Law Dictionary mendefinisikan konsumen adalah seseorang yang membeli barang atau jasa untuk kepentingan pribadi, keluarga, rumah, tanpa ada intensi untuk menjual kembali barang atau jasa tersebut. Kemudian menurut Inosentius Samsul, konsumen merupakan pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli ataupun diperoleh dengan cara lain, misalnya melalui pemberian, hadiah, dan undangan. Sedangkan menurut Darus Badrul Zaman, konsumen adalah semua individu yang menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil. Berbagai pengertian konsumen tersebut selaras dengan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen yang mengatur pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen dilakukan agar masyarakat tidak mengkonsumsi atau menggunakan produk barang dan atau jasa yang dapat membahayakan keselamatan, kesehatan, dan sebagainya
Asas perlindungan konsumen diatur dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen yang terdiri dari manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Perlindungan hukum bagi konsumen pada dasarnya merupakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Dengan demikian terdapat 3 (tiga) hak dasar dalam melindungi konsumen, yaitu:
▪Hak untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik dari kerugian personal dan kerugian harta kekayaan
▪Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar
▪Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi.
Bentuk-bentuk “perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada konsumen, pada dasarnya adalah memenuhi hak-hak konsumen yang telah diatur dalam UUPK. Perlindungan hukum bagi konsumen adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan atas keamanan konsumen.
Keamanan yang dimaksudkan di sini adalah keamanan bagi masyarakat dalam mengkonsumsi barang, dalam artian bahwa makanan/minuman yang dibeli dan apabila dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa raganya.”
2. Perlindungan atas haknya untuk mendapatkan informasi.
Masyarakat sebagai konsumen harus diberikan informasi secara lengkap, jelas, jujur atas barang yang dibelinya untuk kemudian dikonsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
3. Perlindungan akan haknya untuk didengar.
Masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai keluhan dan saran atas suatu barang, sehingga keluhan/komplain dan sarannya wajib didengar oleh pelaku usaha. Hal ini disebabkan karena terdapat hubungan timbal balik antara produsen dan konsumen. Dalam hal ini, slogan yang menyatakan bahwa pembeli adalah raja benar-benar diimplementasikan secara nyata oleh pelaku usaha.
4. Perlindungan atas hak untuk memilih produk.
Konsumen berhak memilih produk yang akan dibelinya sesuai dengan kemampuan keuangan, kebutuhan dan seleranya.
5. Perlindungan atas haknya untuk mendapat advokasi.
Konsumen juga memerlukan advokasi dari pihak-pihak yang berkompeten apabila mengalami masalah dalam menggunakan barang.
6. Perlindungan atas haknya untuk dilayani atau diperlakukan secara benar, jujur serta tidak diskriminatif.
Ini terkait dengan kedudukan konsumen yang sangat diperlukan oleh produsen. Kalau tidak ada konsumen yang mau mengkonsumsi barang/produk yang dijual produsen, maka perdagangan tidak akan terjadi, dengan begitu maka produsen akan bangkrut.
7. Perlindungan atas hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Untuk menghindari terjadinya dampak yang membahayakan bagi keselamatan masyarakat sebagai konsumen dalam mengkonsumsi makanan dan minuman diperlukan kesadaran masyarakat untuk melaporkan bila menemukan dan menjadi korban dari makanan dan minuman yang mengandung bahan berbahaya.
Namun kesadaran masyarakat untuk melaporkan bila menemukan dan menjadi korban dari makanan dan minuman yang mengandung bahan berbahaya masih rendah, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah, sistem penegakan hukum yang birokratis, kedudukan yang tidak seimbang antara produsen dengan konsumen, dan daya beli masyarakat yang relatif rendah.”
Referensi:
- BMP HKUM4312 Hukum Perlindungan Konsumen Modul 4
- Miru, A., & Yodo, S. (2017). Hukum perlindungan konsumen. Rajawali Pers
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- Abdul Halim Barkatullah, Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Bandung:
Nusa Media, 2016, hal. 15
- Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary the 8th Edition, St. Paul Minnesota: West Publishing, 2004, hal. 335