AESENNEWS.COM, Menurut K.C. Where Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara. UUD 1945 merupakan dasar dari semua peraturan yang di terapkan di Indonesia berlandaskan dan berdasar pada UUD 1945 oleh karena itu UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Indonesia yang mengatur pasal-pasal yang di yang di terapkan di negara RI , dalam hal ini UUD 1945 tidak boleh di rubah pada bagian pembukaan dan pasal-pasal pancasila karena semua itu sudah mencakup semua suara/keinginan.
Hal tersebut dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh K.C. Wheare bahwa Constitution memiliki 2 (dua) pengertian yaitu: pertama, digunakan untuk menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara, kumpulan peraturan-peraturan yang mendasari dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan, tempat peraturan-peraturan tersebut sebagian bersifat legal dan sebagian lagi nonlegal atau ekstralegal berupa kebiasaan, konvensi, pengertian kedua lebih sempit, yaitu hasil seleksi dari peraturan-peraturan yang biasanya terwujud dalam satu atau beberapa dokumen yang terkait secara erat."
Konstitusi Derajat Tinggi (Supreme Constitution) dan Konstitusi Tidak Derajat Tinggi (Not Supreme Constitution)
K.C. Wheare menjelaskan bahwa pengklasifikasian konstitusi derajat tinggi (supreme constitution) dan konstitusi tidak derajat tinggi (not supreme constitution) berkaitan erat pengklasifikasian konstitusi fleksibel dan rijid. pengklasifikasian supreme constitution dan not supreme constitution didasarkan pada kedudukan konstitusi dalam peraturan perundang-undangan. Jika Konstitusi merupakan aturan yang tertinggi dalam peraturan perundang-undangan sebuah negara maka konstitusi tersebut diklasifikasikan sebagai supreme constitution, sedangkan not supreme constitution adalah jika konstitusi tersebut berkedudukan sama dengan undang-undang, sehingga proses pembentukan dan perubahannya sama dengan proses pembentukan dan perubahan undang-undang.
Pada negara yang konstitusinya diklasifikasi sebagai not supreme constitution. bentuk konstitusi adalah dalam bentuk undang-undang, dan yang membedakannya dengan undang-undang biasa adalah materi muatan. Jika undang-undang tersebut berisikan materi muatan konstitusi maka pada dasarnya undang-undang tersebut merupakan bagian konstitusi dari negara tersebut, seperti undang-undang yang disahkan oleh House of Commons (majelis/kamar pertama dalam parlemen Inggris) pada tahun 1948 yang membatasi masa penundaan hak veto House of Lords (majelis/kamar kedua dalam pariemen Inggris) yang semula dua tahun menjadi satu tahun Walaupun berbentuk undang-undang, akan tetapi materi muatannya mengatur kewenangan lembaga negara, yaitu kewenangan hak veto House of Lords.
K.C. Wheare mengemukakan bahwa berdasarkan perbandingan dari berbagai konstitusi terdapat perbedaan tentang apa yang seharusnya menjadi materi muatan konstitusi karena perbedaan pokok, yaitu yang menganggap Konstitusi terutama hanya sebagai dokumen hukum sehingga memuat peraturan-peraturan hukum, dan yang menganggap Konstitusi sebagai sebuah manifesto, pengakuan keyakinan, pernyataan cita-cita, atau piagam negara (charter of the land)." Dalam perkembangannya, pada hampir semua konstitusi yang terdokumentasi dalam satu naskah pada berbagai negara, konstitusinya selain memuat manifesto, pengakuan keyakinan, pernyataan cita-cita, atau piagam negara (charter of the land), juga memuat aturan-aturan hukum mengenai organisasi negara dan perlindungan HAM. Hal tersebut dapat ditemukan antara lain dalam UUD 1945, di mana Pembukaan berisikan pernyataan kemerdekaan, Pancasila sebagai falsafah dasar negara, serta cita-cita luhur bangsa Indonesia, juga dalam batang tubuhnya berisikan pasal-pasal yang memuat aturan hukum.
K.C. Wheare melakukan klasifikasi konstitusi sebagai berikut: konstitusi tertulis (written constitution) dan konstitusi bukan dalam bentuk tertulis (no written constitution), konstitusi fleksibel (flexible constitution) dan konstitusi rijid (rigid constitution), konstitusi derajat tinggi (supreme constitution), dan konstitusi tidak derajat tinggi (not supreme constitution), konstitusi negara serikat (federal constitution) dan konstitusi negara kesatuan (unitary constitution), dan konstitusi sistem pemerintahan presidensial (presidential executive constitution) dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer (parliamentary executive constitution). Konstitusi diklasifikasi sebagai konstitusi tertulis (written constitution), jika
konstitusi dituangkan dalam satu dokumen atau beberapa dokumen formal, sedangkan konstitusi bukan dalam bentuk tertulis (no written constitution) adalah jika konstitusi tidak dituangkan dalam satu dokumen formal.
"Sumber Referensi : fatmawati. 2023. HKUM4201. Modul 2. Tangerang Selatan. Universitas Terbuka"