AESENNEWS.COM - Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial di Indonesia, telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur dalam Pasal 27 ayat (3) yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Namun kewenangan mempidana seseorang merupakan kewenangan pengadilan yang diatur dengan berbagai undang-undang. Salah satunya adalah tentang doktrin kebebasan hakim.
Sosial media merupakan sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan setiap manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Akan tetapi, fakta yang terjadi adalah terjadi penyimpangan penggunaan sosial media. Sosial media menjadi sarana untuk menyerang kehormatan atau nama baik pihak lain. Sebelumnya kita sering mendengar ungkapan “mulutmu harimaumu”, tetapi kini berubah menjadi “jarimu harimaumu”. Arti dari ungkapan tersebut adalah apa yang dituliskan oleh jari kita melalui sosial media dapat menjadi sesuatu yang berbahaya untuk diri kita sendiri ataupun untuk orang lain.
Selain itu, sosial media digunakan untuk mempermalukan orang lain. Sering ditemukan adanya cyberbullying, hal tersebut dapat mengganggu psikis seseorang yang menjadi korban atas perbuatan tersebut. Karena ketika seseorang sudah merasa diambang batas rasa malu karena telah dipermalukan dapat bertindak dengan tanpa memikirkan akibat jangka panjang, yaitu mengakhiri hidupnya. Korban akan merasa tidak ada gunanya lagi dia hidup dengan keadaan yang harus dia hadapi. Sehingga perlu disadari bersama, bahwa hal-hal seperti itu harus kita hindari dan jangan dibiarkan berkembang begitu saja. Ketika suatu permasalahan terjadi dan apabila jika dilakukan pembiaran begitu saja dapat mengakibatkan suatu resiko yang berdampak luar biasa, semua pihak harus secara serius dan urgent untuk menindaklanjuti hal tersebut. Karena dari sebuah percikan api, dapat timbul kebakaran yang luar biasa. Mempermalukan juga sering dijumpai dilakukan sebagai ajang balas dendam karena tidak terima atas perlakuan seseorang kepadanya, hal tersebut dapat dilakukan oleh siapapun dengan latar belakang alasan yang beragam dengan maksud untuk mempermalukan.
Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Setiap orang harus dapat menghargai dan menghormati harga diri seseorang. Dalam kehidupan ini, terdapat akibat atas segala perbuatan yang kita lakukan, jika kita tidak ingin mendapatkan akibat buruk maka sebaiknya menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk.
contoh :
Penerapan Peraturan pencemaran nama baik melalui media elektronik yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Sukoharjo terhadap terdakwa kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Tiong Shan Daniel Budi Santoso als. Budi Bin M. Hasan terhadap korbannya sesuai dengan nomor putusan 87/Pid.Sus/2019/PN.Skh. Pada dasarnya pencemaran nama baik ini tidak perlu dilakukan di muka umum, cukup dengan pembuktian bahwa terdakwa mempunyai maksud untuk menyiarkan atau menyebarkan tuduhan tersebut karena yang diserang adalah kehormatan dan nama baik seseorang. Di dalam putusan tersebut menyangkut perkara pencemaran nama baik melalui media elektronik dan dari putusan tersebut dapat diketahui bahwa putusan hakim dalam perkara pencemaran nama baik adalah terdakwa dinyatakan terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan yang sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan dijatuhi dengan pidana penjara. Namun
ternyata pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim berbentuk pidana bersyarat (suspended sentence) selama 6 (enam) bulan.
Penerapan pidana terhadap terdakwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 87/Pid.Sus/PN.Skh adalah hakim menerapkan pidana penjara yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan ancaman pidana 4 (empat) tahun sebagaimana Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 dan di dalam putusan ini dijatuhkan dengan pidana percobaan yaitu pidana 6 (enam) bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun terakhir
selain itu terdakwa juga dibebani membayar biaya perkara sejumlah Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah). Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 87/Pid.Sus/PN.Skh telah sesuai dengan Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 namun jika dikaitkan dengan tujuan pemidanaan pemberian sanksi pidana bersyarat terhadap terdakwa belum bisa dikatakan efektif dan tidak menimbulkan efek jera dikarenakan masih banyak terjadi tindak pidana pencemaran nama baik di dalam masyarakat. Penjatuhan pidana bersyarat ini lebih dihubungkan kepada tujuan pemidanaan yaitu resosialisasi terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap perbuatannya. Adapun dalam tujuan pemidanaan ini lebih maju dikarenakan terpidana harus diperbaiki.
Namun untuk menyesuaikan dengan tujuan pidana di zaman modern ini maka harus dilakukan peninjauan kembali dalam rangka bahwa pemberian pidana tersebut tidak semata-mata hanya sebagai pembalasan.