-->

PJ Bupati Purwakarta

#'

no-style

Pada sisi korban kejahatan terdapat beberapa progran untuk melindungi korban kejahatan yaitu restitusi, kompensasi dan advokasi

AESENNEWS.COM
Saturday, May 6, 2023, 2:48:00 PM WIB Last Updated 2023-05-06T07:49:25Z


AESENNEWS.COM - 
Restitusi ganti kerugiannya diberikan oleh Pelaku dan Kompensasi ganti kerugiannya diberikan oleh Negara. Dalam Perma ini, Restitusi pengajuannya melalui penyidik atau LPSK, sedangkan Kompensasi wajib melalui LPSK.

Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Perma No.1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana. Terbitnya Perma ini dilandasi tersebarnya pengaturan restitusi di beberapa peraturan yang berdampak pada ketidakseragaman dalam penerapannya. Perma ini ditandatangani pada 25 Februari 2022 oleh Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin ini dan resmi diundangkan pada 1 Maret 2022.

Materi Perma 1 Tahun 2022 ini mengatur teknis penyelesaian permohonan restitusi dan kompensasi yang diamanatkan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan Pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.

Adapun terdapat perbedaan pemberian restitusi dan kompensasi bagi korban tindak pidana yang akan Hukumonline paparkan lebih lanjut sesuai Perma No. 1 Tahun 202. Sebelumnya, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi mengatakan materi Perma 1 Tahun 2022 mengatur teknis penyelesaian permohonan restitusi dan kompensasi yang diatur Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
“Perma ini dibuat sebagai petunjuk teknis pelaksanaan pemeriksaan permohonan restitusi dan kompensasi bagi korban tindak pidana,” kata Sobandi kepada Hukumonline, Senin (4/4/2022).
Perbedaan pengertian keduanya dijelaskan dalam Pasal 1 Perma ini. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga. Sedangkan Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tindak pidana tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.

Dengan kata lain, untuk Restitusi ganti kerugiannya diberikan oleh Pelaku dan Kompensasi ganti kerugiannya diberikan oleh Negara. Dalam Perma ini, Restitusi pengajuannya melalui penyidik atau LPSK. Sedangkan Kompensasi wajib melalui LPSK.
Ada dua cara korban tindak pidana dapat memperoleh restitusi yakni pengajuan dan pemeriksaan permohonan restitusi sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap serta pengajuan dan pemeriksaan permohonan restitusi setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Sedangkan permohonan Kompensasi yakni pengajuan dan pemeriksaan permohonan kompensasi dalam perkara tindak pidana terorisme yang korbannya tidak mengajukan kompensasi yang pelakunya tidak diketahui atau meninggal dunia. Dan, pengajuan dan pemeriksaan permohonan kompensasi untuk warga negara Indonesia korban terorisme yang terjadi di Luar Wilayah Negara Republik Indonesia.

Untuk restitusi bagi korban, dalam Pasal 4 Perma ini, korban berhak memperoleh Restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan, ganti kerugian baik materil maupun immateril yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis dan/atau, kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.
Pengajuan dan Pemeriksaan permohonan restitusi sebelum putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. Hal ini diatur Pasal 8 sampai Pasal 10 Perma ini. Permohonan restitusi kepada pengadilan selain diajukan melalui LPSK, penyidik, atau penuntut umum, dapat juga diajukan oleh Korban.

Sesuai Pasal 16 Perma No.1 Tahun 2022 ini mengatur pengadilan berwenang mengadili permohonan pengajuan kompensasi terhadap tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dan pengadilan yang berwenang mengadili permohonan kompensasi terhadap tindak pidana terorisme yaitu pengadilan yang mengadili pelaku tindak pidana.

Permohonan kompensasi terhadap tindak pidana terorisme yang pelakunya tidak ditemukan dan/atau meninggal dunia diadili oleh Pengadilan tempat terjadinya peristiwa tindak pidana terorisme dan permohonan kompensasi untuk warga negara Indonesia korban tindak pidana terorisme yang terjadi di luar wilayah negara republik Indonesia diadili oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam Pasal 17 Perma ini disebutkan korban tindak pidana pelanggaran HAM yang berat dan tindak pidana terorisme berhak memperoleh kompensasi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan, ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, termasuk luka atau kematian, penggantian biaya perawatan dan/atau pengobatan dan kerugian materiil dan immaterial lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana.
Kompensasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat dapat diberikan dalam bentuk non uang yang dilaksanakan secara bertahap dalam bentuk pemberian beasiswa pendidikan, kesempatan kerja, atau bentuk-bentuk lainnya.

Dapat digabung

Permohonan dan pemeriksaan restitusi dan kompensasi juga dapat dilakukan penggabungan secara bersamaan. Dalam Pasal 28 Perma ini disebutkan pemohon dapat menggabungkan pengajuan permohonan kompensasi bersamaan dengan pengajuan permohonan restitusi. Kedua permohonan ini wajib diajukan melalui LPSK dan diajukan sebelum atau dalam tahap persidangan terhadap pelaku tindak pidana.

Dalam hal permohonan kompensasi diajukan bersamaan dengan permohonan restitusi, berlaku prosedur permohonan, pemeriksaan dan penyampaian putusan, kecuali proses pembuktian kompensasi dilakukan setelah proses pembuktian restitusi dan putusan hakim wajib yang memuat: pernyataan diterima atau tidaknya permohonan restitusi dan/atau kompensasi; alasan untuk menerima atau menolak baik sebagian atau seluruhnya permohonan restitusi dan/atau kompensasi;

Besaran restitusi yang harus dibayarkan terdakwa dan/atau pihak ketiga dalam hal hanya permohonan restitusi yang diterima; besaran kompensasi yang harus dibayarkan LPSK dalam hal hanya permohonan Kompensasi yang diterima; besaran restitusi yang harus dibayarkan terdakwa dan/atau pihak ketiga; serta besaran kompensasi yang harus dibayarkan LPSK dalam hal terdakwa dan/atau pihak ketiga tidak membayar seluruh atau sebagian dari restitusi yang harus dibayarkan dalam hal permohonan restitusi dan kompensasi diterima.

Dan, perintah kepada jaksa agung/jaksa/oditur agar putusan pemberian restitusi dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan putusan pemberian kompensasi dalam hal permohonan restitusi dan kompensasi diterima.

Advokasi sosial merupakan suatu usaha yang sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi
dan mendesakkan perubahan, dengan cara memberikan dukungan dan pembelaan terhadap
kaum lemah atau terhadap mereka yang menjadi korban dari sebuah kebijakan dan ketidakadilan.
Advokasi sosial dilakukan agar suatu kelompok/individu dapat memperoleh kembali hak-hak
kemanusiannya. Salah satu permasalahan yang perlu mendapatkan pelayanan advokasi sosial
adalah anak yang menjadi korban dari tindak kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan
salah satu permasalahan anak yang paling dominan diantara permasalahan-permasalahan anak
lainnya. Advokasi sosial dalam kasus ini meliputi segenap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan
oleh sebuah lembaga yang memberikan advokasi sosial tehadap anak korban kekerasan seksual.
Dalam hal ini yang menjadi proses dari advokasi sosial yang dimulai dari tahap identifikasi
masalah, merumuskan solusi, membangun kesadaran dan kemauan politik, melaksanakan
kebijakan, dan evaluasi.
Kaminski dan Walmsley (1995)
mendefinisikan advokasi sosial sebagai
aktivitas yang menunjukan keunggulan dari
pekerjaan sosial dibandingkan dengan
profesi lain. Definisi lain yaitu menurut
Zastrow (1982) mengartikan bahwa advokasi
sosial adalah aktivitas menolong klien atau
sekelompok klien untuk mencapai layanan
tertentu ketika mereka ditolak suatu
lembaga atau sistem pelayanan dan
membantu memperluas pelayanan agar bisa
mencakup lebih banyak orang yang
membutuhkan.
Advokasi sosial dapat diartikan
sebagai suatu upaya pendekatan
(approaches) terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan
yang dilaksanakan. Peran advokat pada satu
sisi berpijak pada tradisi pembaruan sosial
dan pada sisi lainnya berpijak pada
pelayanan sosial (Zulyadi, 2014).
Schneider (2001) mendefinisikan
advokasi pekerjaan sosial sebagai suatu
perwakilan eksklusif dan bersama-sama
dengan klien atau dalam suatu forum,
berusaha secara sistematis mempengaruhi
pembuatan keputusan dalam ketidakadilan
atau sistem yang tidak memberikan reaksi.
Berdasarkan definisi tersebut, Schneider
(dalam buku Social work advocacy: A new
framework for action, 2001; 78)
berpendapat bahwa advokasi pekerjaan
sosial terdiri dari beberapa komponen yaitu:
1) Eksklusif
Istilah ini digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara klien dan
advokat yang menunjukkan bahwa
hubungan tersebut merupakan hubungan
yang tunggal, unik, terfokus pada klien,
terutama bertanggung jawab pada klien dan
bepusat pada kebutuhan klien.
2) Bersama atau Timbal Balik
Istilah ini digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara klien dan
advokat sebagai hubungan timbal balik,
saling ketergantungan, sederajat, bersama,
berbagi tahap hubungan satu sama lain,
bertukar gagasan dan merencanakan
bersama-sama serta mempunyai kebiasaan
yang sama diantara satu dengan satu yang
lainnya. Hubungan timbal balik dimaksudkan
bahwa advokat tidak mendominasi atau
menyusun agenda untuk klien sebab
kebutuhan klien harus mejadi fokus yang
ekslusif dan dibeikan perhatian khusus.
Advokat bekerjasama dengan klien dan
mereka memprosesnya sesuai dengan
kesepakatan yang disetujui bersama-sama.
Temasuk dalam hubungan timbal balik ini,
pemberdayaan (empowerment) merupakan
nilai pekerjaan sosial yang utama. 3) Perwakilan
Istilah ini merupakan orientasi tindakan
dan menggambarkan aktivitas dari advokat
sebagai pembicara, menulis, atau bertindak
bagi pihak lain, bekomunikasi atau
memberikan kepedulian dan perhatian
terhadap klien. Advokat yang sungguhsungguh melayani klien harus mengambil
beberapa tindakan yang menunjukkan
kepeduliannya.
4) Klien
Dalam advokasi pekerjaan sosial, klien
digunakan pekerja sosial untuk bertindak
yang digambarkan sebagai ‘perwakilan’
sebagaimana disebutkan di atas. Klien dapat
berupa seseorang secara individu, kelompok
kecil atau besar, perkumpulan suatu
komunitas, populasi etnik, individu dengan
karakteristik atau ketertarikan yang umum,
atau yang cukup longgar atau organisasi
yang cukup memiliki keterikatan diantara
anggotanya.
5) Masalah atau Penyebab
Masalah biasanya isu tunggal, kondisi,
atau masalah yang menyebabkan sejumlah
orang tertarik dan mendukung. Menurut
Kotler (1972), ada tiga jeis penyebab, yaitu
sebagai berikut:
a) Helping cause, masalah pertolongan
dimana advokat mecoba memberikan
pertolongan, kenyamanan, atau
pendidikan kepada korban kesalahan
bantuan sosial.
b) Protest causes atau tindakan protes,
dimana advokat mencoba mereformasi
institusi yang menimbulkan masalah
sosial, mempersoalkan tingkah laku baru
untuk memperbaiki kondisi.
c) Revolutionary causes, dalam hal ini
advokat berharap dapat mengurangi
institusi atau pihak-pihak yang tidak
mendukung perbaikan kondisi.
6) Forum
Forum merupakan majelis atau
perkumpulan yang diorganisir untuk mendiskusikan suatu persoalan, hukum,
regulasi, peraturan, masalah publik,
perbedaan pendapat atau penyelesaian
perselisihan. Advokat pekerjaan sosial
menggunakan forum agar dapat mewakili
atau bertindak atas nama klien.
7) Sistematis
Advokasi pada dasarnya bersifat
sistematik. Hal ini dikarenakan advokasi
menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam membuat suatu perencanaan.
Keputusan tidak didasarkan pada instuisi
melainkan berdasarkan keterampilan
menganalisis situasi bersama klien.
8) Pengaruh
Pengaruh bermaksud modifikasi,
perubahan, kesan, tindakan, atau keputusan
yang mempengaruhi klien. Beberapa
aktivitas mempengaruhi termasuk
megorganisir kelompok klien, pembentukan
koalisi, pendidikan publik, persuasi kepada
administrator dan supervisor, berhubungan
dengan pegawai pemerintah dan parlemen,
pengumpulan data kajian, pemberian
testimoni, pengembangan petisi, dan
tindakan undang-undang.
9) Pembuatan Keputusan
Istilah ini merujuk kepada usaha
mempengaruhi. Paling utama adalah
advokat ingin melakukan perubahan dengan
membuat keptusan berdasarkan rumusan
dan penilaian mengenai berbagai aspek
seperti alokasi sumber daya, keuntungan,
kelayakan dan akses pelayanan. Keputusan
ini bisa berbentuk sangat formal yaitu dibuat
berdasarkan prosedur dan amanat peraturan
yang ada. Adapula yang sifatnya informal
tergantung pada koneksi pribadi,
masyarakat, dan keluarga.
10) Tingkat Ketidakadilan
Karakteristik pada istilah ini merupakan
suatu tindakan, pendirian, institusi,
peraturan, prosedur atau keputusan yang
tidak sesuai degan undang-undang atau
prinsip-prinsip keadilan. Istilah ‘tidak adil’ mengindikasikan kejujuran, persamaan,
kekuatan undan-undang, keadilan, dan
kebenaran pada tahap tertentu sudah tidak
ada. Akibatnya, dapat mencederai hak-hak
perorangan, moral, sipil, dan konstitusi yang
dapat menyebabkan timbulnya
ketidakadilan.
11) Tidak Responsif
Istilah ini adalah khusus digunakan untuk
orang atau institusi yang gagal menjawab
pernyataan, surat-menyurat, atau meyelidiki
jawaban, permintaan, petisi, pertanyaan,
komunikasi atau permintaan janji yang
biasanya tepat pada waktunya.
12) Sistem
Dalam konteks pekerjaan sosial, istilah
sistem biasanya merujuk pada
mengorganisir agensi yang diciptakan dan
dibei hak untuk memberikan pelayanan
terhadap orang yang memenuhi syarat,
distribusi sumber daya, menjalankan hukum
dan keputusannya serta bertanggung jawab
penuh dalam interaksi masyarakat dengan
sistem sumber.
Komentar

Tampilkan

  • Pada sisi korban kejahatan terdapat beberapa progran untuk melindungi korban kejahatan yaitu restitusi, kompensasi dan advokasi
  • 0

Terkini

layang

.

social bar

social bar

Topik Populer

Iklan

Close x