-->

PJ Bupati Purwakarta

#'

no-style

Mengapa proses jual beli tanah harus dibuktikan dengan AJB di PPAT? Bagaimana implikasi hukum apabila proses jual beli tanah tidak dilakukan di PPAT?

AESENNEWS.COM
Saturday, May 13, 2023, 9:58:00 PM WIB Last Updated 2023-05-13T14:59:34Z


AESENNEWS.COM - Tidak bisa dipungkiri bahwa tanah kapan saja bisa berubah hak kepemilikannya entah itu karena dijual, hibah atau pembagian warisan kepada keluarga/anak-anak dari orangtua, namun dalam hal ini fokus kita adalah kepada permasalahan yang terjadi karena hak atas tanah yang berpindah dan berubah karena ada kesepakatan antara kedua belah pihak dengan skema jual-beli atas tanah tersebut.
 didalam pertahanan banyak sekali persengketaan yang terjadi ketika memutuskan untuk membeli sebuah tanah entah sertipikat yang double, sertipikat palsu, tanah tidak sesuai dengan di sertipikat, bahkan adanya seorang mafia tanah yang mengakibatkan terjadinya sebuah perselisihan dalam pertanahan, hal ini masih sering terjadi diindonesia terkhususnya diwilayah yang notabene tanahnya mengalami peningkatan harga yang signifikan. Dari penelaahan atas Kasus diatas yang bersumber dari www.ekonomi.bisnis.com mengingatkan kita agar terus memahami proses jual beli tanah yang legal dan sah secara hukum agar dikemudian hari tidak mendapatkan sebuah persoalan yang mengakitbatkan persengketaan. Hal tersebut selaras Seperti yang dikatakan oleh Supardi Marbun direktur sengketa konflik wilayah 1 ATR/BPN perlunya masyarakat memahami lima hal jika melakukan jual beli tanah diantaranya sebagai berikut :

a.       Memastikan keabsahan Sertipikat di BPN.

b.      Membuat AJB di kantor PPAT.

c.       Jka pembelian menggunakan Uang muka maka wajib dilakukan dihadapan Notaris dengan membuat PBJB (Pengikatan Perjanjian Jual Beli) dan isi sesuai dengan Pasal 1870 KUH Perdata.

d.      Jika penjual sudah menikah diharuskan membuat surat persetujuan suami istri.

e.      Penjual harus membayar Pph (Pajak Penghasilan).

Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh) dengan ketentuan sebagai berikut Pajak Penjual (PPh) = Harga Jual x 2,5 %, Pajak Pembeli (BPHTB) = {Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5%, Pembeli dan Penjual kemudian juga membayar pembuatan AJB di PPAT yang pada umumnya akan ditanggung bersama atau jika kedua belah pihak bersepakat ditanggung oleh salah satu pihak yang nilainya maksimal 1% dari harga transaksi tanah.

1.     Mengapa proses jual beli tanah harus dibuktikan dengan AJB di PPAT?

Sebelum langsung kepada tujuan utama kenapa jual-beli tanah harus dibuktikan dengan AJB (Akta Jual Beli Tanah) sebelum itu maka kita perlu mengetahui dasar hukum yang menjadi tolak ukur kenapa hal tersebut penting dan harus dilakukan, sangat jelas bahwa Sangat penting bagi kita ketika melakukan jual-beli tanah agar dilegalkan secara hukum melalui PPAT karena hal tersebut sudah diatur didalam KUH Perdata, UUPA No 5 Tahun 1960 dan PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran pertanahan. Dari ketiganya menjelaskan bahwa masing-masing sebagai berikut ini:

A.      Yang menjadi dasar hukum utama dalam jual beli-tanah adalah didalam KUH Perdata pasal 506  yang mana didalamnya mengatur benda-benda yang dimasukan didalam kategori tidak bergerak  diantaranya sebagai berikut ini:

a.       Tanah dan yang ada diatasnya

b.      Pohon, tanaman, dan segala yang menancap di atas tanah maupun didalam tanah.

c.       Pipa saluran air yang digunakan dirumah tersebut atau tertanam di bangunan atau tanah tersebut.

d.      Kayu belukar dari hutan tebangan.

e.      Batu baram sampah dan sebagainya.

 

Dalam undang-undang KUH Perdata jual-beli diwajibkan harus mendasar pada persetujuan yang sifatnya mengikat antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual-beli tanah. Hal tersebut diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata :

a.       Kesepakatan antara keduanya.

b.      Kecakapan membuat perikatan.

c.       Suatu pokok persoalan tertentu.

d.      Suatu sebab yang tidak terlarang.

 

B.      PP No 24 Tahun 1997.

a.       Pasal 1 ayat 1 “Pendaftaran tanah merupakan  kegiatan yang dilakukan oleh badan Pemerintah yang dilakukan secara terus menerus,  berkesinambungan dan teratur, yang didalamnya meliputi berbagai aspek pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, entah itu dalam bentuk peta dan daftar, serta didalamnya termasuk pemberian hak atas miliknya yang sah secara hukum”.

b.      Pasal 2 ayat 1 menjelaskan bahwa tujuan utama dari Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan kepada asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Hal tersebut dilakukan untuk dapat terpenuhinya hak atas kepemilikan suatu tanah oleh masyarakat.

c.       Pasal 3 ayat 1 “pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan”.

d.      PP No 37 Tahun 1998 Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Selanjutnya, untuk membuat perjanjian jual beli tanah, tidak bisa dipenuhi hanya oleh dua pihak antara penjual dan pembeli saja.  Melainkan keduanya perlu dibimbing oleh pejabat negara, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).  Kewenangan PPAT berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998 adalah membuat akta-akta otentik terkait perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan hak atas tanah. Namun, PPAT tidak dapat ditemukan di semua wilayah atau daerah. Jadi untuk kamu yang tinggal di daerah yang belum memiliki PPAT, pembuatan akta jual beli dapat dibantu oleh camat setempat yang berperan sebagai PPAT sementara. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) pada PP yang sama.

 

C.      UU No 5 Tahun 1960.

Untuk dasar hukum yang ketiga adalah mengacu kepada UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau kita lebih mengenalnya dengan istilah UUPA. Peraturan ini sendatinya lebih menyoroti  peraturan tentang hak kepemilikan atas tanah. Hal tersebut dapat terlihat di dalam Pasal 16 ayat 1 UUPA ini, dengan begitu hak-hak atas tanah dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, di antaranya adalah  hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan,Sementara itu, hak-hak lain yang tidak terdaftar dalam hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Termasuk didalamnya terdapat hak-hak yang sifatnya sementara sesuai yang tertera dalam pasal 53 UUPA.

 

Dari pemaparan diatas yang menjadi dasar perundang-undangan yang mengatur tentang transaksi jual-beli tanah  dan administrasi pertanahan diatas maka hal yang paling terpenting dan paling disoroti adalah segala sesuatu yang sifatnya transaksi jual-beli tanah maka harus dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli Tanah atau yang kita kenal AJB dan hal itu dilakukan dihadapan Notaris PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) oleh kedua belah pihak yakni penjual dan pembeli. Lalu mengapa jual-beli tanah harus dilakukan di hadapan notaris dan dibuktikan dengan adanya AJB di PPAT? Hal ini menjadi menarik jika kita membahasnya dan hal yang membuat pentingnya membuat AJB dalam jual beli tanah adalah melihat dari fungsi dan manfaat dari AJB itu sendiri diantaranya dibawah ini :

a.       Pengertian

AJB atau akta jual beli tanah merupakan sebuah dokumen yang berupa akta yang didalamnya mencatat sebuah transaksi jual beli tanah dan dibuktikan secara tertulis dan memiliki kepastian hukum.

b.      Fungsi Akta Jual Beli.

1.       Adanya bukti transaksi jual beli hak atas tanah dengan kesepakatan yang sudah disepakati antara kedua belah pihak secara tertulis.

2.       Kedua belah pihak memiliki kewajiban dari setiap masing-masingnya dalam proses jual beli tanah tersebut.

3.       Jika salah satu tidak memenuhi kewajibannya maka akta jual beli tanah tersebut dapat digunakan sebagai bukti untuk menuntut kewajiban dikemudian hari oleh yang bersangkutan.

4.       Adanya kepastian/kekuatan hukum yang ditulis secara apik.

5.       Meminimalisir kerugian pembeli jika dikemudian hari ada yang menggugat kesepatan tersebut.

6.       Sebagai bukti perkara apabila dikemudian hari salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban.

7.       Sebagai tanda bukti sah atas transaksi jual beli tanah tersebut.

 

Dari point-point fungsi dari Akta Jual Beli Tanah memang banyak sekali manfaatnya salahsatunya adalah adanya bukti yang konkrit terkait jual-beli tanah dan memiliki kepastian hukum yang jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengapa hal ini menjadi penting hal itu didasari bahwa AJB adalah salah satu langkah paling utama sebelum kita membeli sebuah tanah, karena dokumen tersebut menunjukan bahwa transaksi jual beli tanah tersebut dilakukan secara sah dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan menjadi bukti yang kuat jika suatu saat nanti terjadi perkara. Masyarakat indonesia masih gelap mengenai akta jual beli tanah terkhususnya didaerah pedesaan yang notabene jauh dari PPAT atau Notaris, misalnya saja didaerah saya adapun notaris hanya letaknya sangat jauh yakni sekitar 30-40 Km dari rumah, bukan hanya itu saja kendala lain adalah kurangnya pemahaman kesepakatan jual beli tanah yang dilakukan dipedesaan mungkin karena kurangnya sosialisasi atau juga kurangnya pemahaman akan peraturan perundang-undangan yang mengatur pertanahan tersebut. masih banyak masyarakat yang hanya membuat kesepakatan jual beli tanah hanya menggunakan Kwitansi yang keduanya saling menandatangani dan ada saksi-saksi didalamnya, namun menurut saya ini memang benar namun jika dilakukan di PPAT jauh lebih baik. Beberapa kali saya menemukan transaksi jual beli tanah yang dilakukan oleh masyarakat didaerah saya ada yang mengurus hingga AJB namun tidak diurus untuk balik nama atas sertipikat tanah tersebut mungkin karena menimbang beberapa alasan yang membuatnya tidak mengurusnya. Padalah pada dasarnya adalah bukti yang sah secara hukum bukan hanya mentok di AJB saja melainkan juga mengurus balik nama menjadi nama pemegang utama yakni pembeli atas tanah tersebut karena bagaimapun juga sertipikat hak milik adalah bukti terkuat kepemilikan hak atas tanah tersebut dan AJB hanya pendukung sebagai tanda bukti adanya transaksi jual beli tanah yang di saksikan dan dicatat oleh PPAT.

 

                Yang menjadi paling terpenting mengapa jual-beli tanah harus dilakukan di kantor PPAT adalah karena menimbang banyak manfaat dan fungsi yang kita dapatkan dari AJB yang dilakukan di PPAT hal tersebut selaras dengan pemaparan yang sudah dijelaskan di atas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni didalam KUH Perdata, UUPA No 5 Tahun 1960 dan PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran pertanahan tentunya dengan prosedur yang sesuai, banyak orang yang tidak melakukan dengan prosedur yang sesuai dan akibatnya adalah tertipu oleh calo jika tidak diurus dengan tangan sendiri, AJB yang tidak sah dan palsu, sendatinya kita wajib mengetahui PPAT yang terpercaya didaerah tempat kita dan resmi terdaftar di ATR/BPN. Hal lain selain kita memiliki manfaat kepastian hukum atas jual-beli tanah tersebut dalam dokumen tersebut juga mencantumkan beberapa hal yang penting terkait transaksi jual-beli tanah ataupun bangunan tersebut, yakni sebagai berikut ini:

a.       Adanya data tanggal dan waktu.

b.      Adanya data pribadi pihak penjual.

c.       Adanya data pribadi pihak pembeli.

d.      Data otentik mengenai tanah yang kita beli/jual (luas, lebar, lokasi dan harga).

e.      Adanya kop surat yang resmi dari PPAT tersebut.

f.        Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

g.       Tanda tangan kedua belah pihak yang diatasnya tertera sebuah materai, dan bukti tersebut sah keabsahannya.

 

Lalu Mengapa proses jual beli tanah harus dibuktikan dengan AJB di PPAT? Hal tersebut agar kita bisa :

a.      Terhindar dari permasalahan surat-surat yang palsu/bodong.

b.      Memiliki kepastian hukum atas hak tanahnya.

c.       Terhindar dari itikad yang tidak baik dari penjual.

d.      Mengetahui keseluruhan surat yang ada apakah legal/tidak.

e.      Agar sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) Pasal 37 ayat (1) Nomor 24 Tahun 1997 tentang  Pendaftaran Tanah.

f.        Mengetahui data-data mengenai tanah yang kita beli dimana didalamnya ada (lokasi, jumlah luas, lebar, dan panjang tanah, serta luas keseluruhan tanah, nama pemilik,denah lokasi/titik koordinat tanah).

 

 

2.  Bagaimana implikasi hukum apabila proses jual beli tanah tidak dilakukan di PPAT?

Seperti yang kita ketahui dari pemaparan pada nomor satu yang mengacu kepada undang-undang yang mengatur tentang pendaftaran pertanahan, yakni PPAT menjadi salah satu pejabat petugas yang membantu masyarakat dalam transaksi jual-beli tanah secara legal yang disahkan dan diakui oleh pemerintahan dan terdaftar di kementrian Badan Pertanahan Nasional.  Dan hal inilah yang seharusnya menjadi tolak ukur masyarakat ketika melakukan jual-beli tanah agar sah secara hukum karena PPAT diberikan wewenang sebagai pembuat akta tanah, namun kenyataannya masih banyak masyarakat diindonesia khususnya diwilayah daerah yang jauh dari kantor PPAT yang melakukan transaksi jual-beli tanah tanpa dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan hal ini menilbulkan permasalahan hukum pada saat pendaftaran peralihan hak atas tanah dan hal ini banyak kasus yang terjadi dan akibatnya tanah sering menjadi persoalan yang membebani pembeli dan terkadang hak-nya menjadi hilang. Yang sering terjadi dalam lingkungan masyarakat adalah karena masyarakat tidak melalui prosedur peraturan pemerintah (PP) Pasal 37 ayat (1) Nomor 24 Tahun 1997 tentang  Pendaftaran Tanah yang isinya adalah “ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat di daftarkan jika dibuktikan dengan akta yang di buat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku“. Nah seharusnya masyarakat dapat memahami perundang-undangan tersebut agar jual-beli tanah menjadi sah dan sesuai dengan aturan hukum yang ada, namun kembali lagi kepada masyarakat itu sendiri terkadang masyarakat ingin  hemat dan praktis, meninjau dua hal tersebut maka  yang menjadi alasan utama masyarakat indonesia tidak melakukan transaksi dan di hadapan PPAT dan membuat AJB diantaranya :

a.       Masalah biaya.

Hal ini menjadi lumrah karena seperti yang kita ketahui bahwa membuat AJB dan melakukan transaksi dihadapan PPAT akan memakan biaya sekurang-kurangnya 1% - 2,5% dari harga tanah yang sudah disepakati kedua belah pihak. Hal tersebut membuat masyarakat melakukan transaksi tidak melalui PPAT, namun hal tersebut memang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memiliki resiko yang tinggi jika salah satu pihak memanfaatkan dan adanya sebuah itikad tidak baik.

b.      Waktu/Proses.

Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa masyarakat indonesia lebih suka dengan sesuatu yang instant, proses cepat, dan tidak ingin ribet. Hal tersebut menjadi dasar kedua bahwa pengurusan jual-beli tidak dilakukan di PPAT, karena memang pada dasarnya memerlukan waktu dan tahapan-tahapan yang panjang dalam prosesnya misalnya saja mengurus kelengkapan surat dll.

 

Nah dari kedua hal tersebut menjadi landasan utama mengapa masyarakat indonesia tidak melibatkan PPAT dalam proses jual-beli tanah yang dilakukannya, namun jika melihat Peraturan perundang-undangan memang tidak sesuai, namun apa daya jika memang tidak ingin ribet dan tidak terkendala biaya, dan resikonya adalah dikemudian hari mungkin saja menjadi permasalahan yang justru malah menghabiskan dana untuk mengurusnya atau malah justru kehilangan tanah tersebut dan menjadi sebuah kerugian yang besar bagi pembeli.

 

Nah jika kita melihat pemaparan diatas maka perlu kita pahami bahwa Bagaimana implikasi hukum apabila proses jual beli tanah tidak dilakukan di PPAT?.

Jika kita tidak melakukan proses jual beli tanah tanpa melibatkan PPAT hal tersebut justru sangat tidak sejalan dengan peraturan pemerintah (PP) Pasal 37 ayat (1) Nomor 24 Tahun 1997 tentang  Pendaftaran Tanah dan PP No 37 Tahun 1998 tentang “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT... ” maka bisa saja tidak ada jaminan kabsahannya dan mungkin saja bisa terjadi permasalahan dikemudian hari yang akan dialami oleh pembeli tanah tersebut. Jika kita tidak melakukan sebagaimana yang diatur didalam perundang-undangan tersebut kita tidak bisa disebut sebagai seseorang yang melakukan sebuah pelanggaran dan kemudian mendapatkan sanksi  namun hal tersebut dapat dikatakan bahwa transaksi tersebut dinyatakan tidak sah secara hukum, hal tersebut termuat didalam Pasal 43 dan 44 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Pasal-pasal tersebut diadakan bertujuan untuk dapat melakukan proses jual-beli tanah di PPAT.

Di dalam Pasal 19 Undang-Undang    Nomor    5 tahun 1960 menjelaskan bahwa,   jual   beli   hak   atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh   dan   dihadapan   Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).  Jadi dengan demikian bahwa  jual beli Hak Atas Tanah harus   dilakukan   di   hadapan PPAT.  Hal tersebut digunakan  sebagai bukti    bahwa    telah    terjadi suatu   jual   beli   Hak    Atas Tanah, dan selanjutnya PPAT membuat  Akta  Jual  beli tersebut.  Hal ini tentunya berlandasan kepada ketentuan atas dasar hukum,  yaitu    Pasal    1868 KUH Perdata yang menerangkan bahwa ”Suatu  Akta  Otentik  ialah suatu  akta  yang  di  dalam bentuk    yang    ditentukan oleh perundang-undangan dan dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa    untuk    itu    di tempat mana akta dibuatnya.    Akta    Pejabat Pembuat Akta Tanah dibuat  oleh  pejabat   yang ditunjuk oleh Menteri Dalam  Negeri.  Jadi,  yang membuat  akta  jual  beli  itu adalah Pejabat Umum”.

 

Dari pemaparan diatas dapat kita rangkum secara menyeluruh bahwa jika kita tidak melakukan proses jual beli tanah didahapan PPAT dan tidak membuat Akta Jual Beli Tanah (AJB), Kita tidak melanggar sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan mendapatkan akibat sanksi pidana melainkan jual beli tanah tersebut dianggap tidak sah secara hukum karena tidak dilakukan melalui PPAT sebagai pejabat yang berwenang. Dengan begitu maka Implikasinya adalah :

a.       Jual beli tanah tidak sah.

b.      Jika dalam kasus persidangan yang mempermasalahkan persengketaan tanah yang dibeli maka hakim dapat memutuskan jual-beli tersebut cacat hukum.

c.       Perjanjian yang dilakukan secara bawah tangan tidak berlaku di persidangan/secara hukum.

d.      Tidak memiliki kepastian hukum (lemah hukum).

e.      Rentan terhadap itikad yang tidak baik.

f.        Sering terjadinya tindakan manupulatip yang dilakukan oleh salah satu pihak.

 

 

Kesimpulan :

 

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memang menjadi salah satu pejabat yang diberikan wewenang untuk mengurus keperluan terkait legalitas pertanahan oleh pemerintah hal itu tertuang didalam peraturan pemerintah (PP) Pasal 37 ayat (1) Nomor 24 Tahun 1997 tentang  Pendaftaran Tanah dan PP No 37 Tahun 1998 tentang “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT... ”. saat ini masih banyak masyarakat yang memang ketika melakukan sebuah transaksi jual-beli tanah kebanyakan tidak dilakukan dihadapan PPAT melainkan dibawah tangan yakni antara keduabelah pihak, hal inilah yang membuat sumber utama dari permasalahan persengketaan terkait pertanahan. Hal tersebut bukan sepenuhnya masyarakat tidak memahami melainkan karena ada faktor lain yang membuat jual-beli tanah tidak dilakukan di PPAT yakni ingin hemat, dan tidak ribet,  dari kedua hal ini lah yang dapat menyita waktu dan uang membuat masyarakat memalingkan dari peraturan perundang-undangan yang ada yakni peraturan pemerintah (PP) Pasal 37 ayat (1) Nomor 24 Tahun 1997 tentang  Pendaftaran Tanah. Sehingga proses jual beli-tanah tidak sesuai dengan perundang-undangan tersebut dan akhirnya menimbulkan permasalahan dikemudian hari yang dapat merugikan pembeli.

 

Sumber referensi :

 

1.       https://jdih.bumn.go.id/lihat/PP%20Nomor%2024%20Tahun%201997

2.       https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/11812/nprt/673/pp-no-37-tahun-1998-peraturan-jabatan-pejabat-pembuat-akta-tanah

3.       https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/11812/nprt/673/pp-no-37-tahun-1998-peraturan-jabatan-pejabat-pembuat-akta-tanah

4.       https://pindahlubang.com/9874-biaya-ajb-notaris/

 

 

 

 

 

 

Komentar

Tampilkan

  • Mengapa proses jual beli tanah harus dibuktikan dengan AJB di PPAT? Bagaimana implikasi hukum apabila proses jual beli tanah tidak dilakukan di PPAT?
  • 0

Terkini

layang

.

social bar

social bar

Topik Populer

Iklan

Close x