-->

PJ Bupati Purwakarta

#'

no-style

Bagaimanakah proses pembebasan hak atas tanah yang terjadi diindonesia saat ini? Bagaimanakah pemberian ganti rugi tanah yang akan dibebaskan haknya untuk kepentingan umum?

AESENNEWS.COM
Monday, May 8, 2023, 10:04:00 PM WIB Last Updated 2023-05-08T15:04:19Z

AESENNEWS.COM - Pembebasan hak atas tanah yang terjadi diindonesia saat ini memang menjadi polemik besar yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saati ini, seperti yang kita ketahui dari pembacaan berita pada kanal website komnasham.go.id, pada pemberitaan tersebut yang dibuat 2019 lalu terdapat lebih dari 50 kasus yang dilaporkan oleh masyarakat  karena pembangunan infrastruktur terkhususnya tol yang dibangun dan membentang dari provinsi  jawa timur hingga provinsi banten. Dari penjelasan yang ditulis dalam berita tersebut lebih dari 50 pengaduan yang disampaikan masyarakat terjadi sejak tiga tahun sebelumnya.  

1.            Bagaimanakah proses pembebasan hak atas tanah yang terjadi diindonesia saat ini?

 

Sebelum kita mengetahui alur atau proses pembebasan hak atas tanah yang sesuai dengan perundang-undangan alangkah baiknya kita mengetahui pasal-pasal yang mengaturnya. Jika kita mengacu kepada pasal 18 UU nomor 5 Tahun 1960 tentang “UU Pokok Agraria yang didalamnya menyatakan pencabutan tersebut jika digunakan untuk kepentingan umum, termasuk didalamnya kepentingan negara serta kepentingan bersama masyarakat. Namun didalam UU Pokok Agraria tersebut pemerintah atau negara bukan hanya mencabut hak atas tanah tersebut secara bebas, namun negara juga harus beertanggung jawab atas tanah yang dicabut dari haknya tersebut yakni “pemerintah harus mengganti kerugian yang layak dan menggantinya menurut ketentuan yang ada didalam perundang-undangan yang berlaku”.  Dalam perundang-undangan yang berlaku tersebut diharapkan mampu memberikan keadilan kepada masyarakat yang dicabut hak atas tanahnya tersebut.  dengan demikian jika tanah tersebut sudah sah digunakan sebagai kepentingan umum maka pemiik hak atas tanah sebelumnya menjadi tidak sah dan dihapuskan hak nya. Pencabutan hak tersebut tidak berlandaskan pada pemerasan atau penyitaan melainkan menjadikan tanah tersebut sebagai kepentingan bersama dan diberikan kompensasi yang sesuai.

 

Menilik dari penjelasan di atas kita dapat memahami beberapa proses pencabutan hak atas tanah demi kepentingan umum seperti di bawah ini:

Kembali kepada UUPA Pasal 18 maka dibuatlah sebuah undang-undang yang dapat mengatur pencabutan hak tersebut yakni UU Nomo 20 tahun 1961 yang menjadi dasarnya dimana didalamnya terdapat beberapa syarat jika harus melakukan pencabutan hak atas tanah, hal tersebut meliputi :

a.    Dipakai untuk kepentingan umum termasuk didalamnya bangsa, negara serta untuk kepentingan mayarakat yang dipakai secara bersama-sama misalnya jalan, akses perairan dll.

b.    Sebagai cara terakhir untuk memperoleh tanah yang diperlukan pemerintah, hal itu jika musyawarah tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Subjek pemohon pencabutan hak pemerintah/swasta/pemda/BUMN/BUMD yang dijelaskan dalam pasal 5 butir b UU No 20 Tahun 1961 umumnya kita ketahui sebagai pencabutan hak atas keperluan usaha negara (pusat dan daerah
) namun jika kita kembali melihat pasal 18 UUPA hal ini hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum saja , akan tetapi sebagai pengecualian diadakanlah pula pencabutan hak guna pelaksanaan untuk usaha-usaha swasta asal saja benar-beanar digunakan sebaga kepentingan umum. Contoh kepentingan umum diantaranya; pembuatan sebuah jalan raya, pembuatan sebuah pelabuhan, pembuatan bangunan untuk industri pertambangan, perumahan, dan kesehatan masyarakat.

Proses pengajuan permintaan pencabutan hak-hak atas tanah menurut Dalam pasal 2  dan 3 UU No.20/1961 dibagi dua sebagai berikut:

A.   Secara tidak mendesak atau biasa.

1.    Yang berkepentingan harus mengajukan surat permintaan untuk pencabutan hak itu kepada presiden dengan melalui perantara menteri-menteri agraria diantaranya :

a.    Menentukan perencanaan, peruntukan dan alasan-alasan bahwa hal tersebut untuk kepentingan umum.

b.    Informasi tertulis mengenai Rentetan nama, luas tanah serta harta benda yang ada diatasnya.

c.    Mengumpulkan orang-orang yang tanahnya akan dicabut haknya  dengan sosialisasi dan memberikan agensi untuk penggantian rugi yang sesuai.

2.    Kepala inspeksi harus mengusahakan keputusan tersebut yang diketahui  dan dilengkapi dengan kepala-kepala daerah  yang bersangkutan dan menentukan jumlah ganti rugi yang akan diberikan selambat-lambatnya tiga bulan.

3.    Setelah menentukan ganti rugi yang sudah disepakai selanjutnya kepala daerah melayangkan surat lanjutan kepada kepala mentri agraria yang disertai pertimbangan-pertimbangan yang bersangkutan.

4.    Setelah itu menteri agrari mengajukan permohonan kepada presiden untuk mendapatkan keputusan yang disertai dengan pertimbangan  dari kepala daerah dan menteri agraria yang bersangkutan.

5.    Penguasaan atas tanah tatau benda-benda tersebut dapat dilakukan setelah pembayaran ganti rugi dilakukan kepada masyarakat atau pemegang hak sebelumnya.

6.    Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Kepala Daerah dan panitia peaksir belum menyampaikan pertimbangannya, maka Kantor wilayah BPN Provinsi dapat menyampaikan permintaan pencabutan hak atas tanah kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanpa menunggu pertimbangan Kepala Daerah dan panitia penaksir.

 

B.   Secara mendesak

Didalam pasal 6 UU No 20 Tahun 1961 diatur keadaan mendesak tersebut karena memang pada dasarnya keputusan yang dibuat memang sifatnya mendesak seperti misalkan pembuatan rumah sakit karena rumah sakit didaerah tersebut mengalami kekurangan tempat, misalnya saja terjadi sebuah wabah seperti covid-19 dan memerlukan penambahan armada sebuah rumah sakit untuk menampung penderita wabah tersebut.  dari hal tersebut kita bisa melihat proses atau alurnya sebagai berikut ini:

a.    Kepala inspeksi agraria melakukan permintaan pencabutan hak kepada kepala menteri agraria tanpa disertai dengan taksiran ganti rugi yang akan diberikan kepada pemilik haknya dari panitia penaksiran dan jika memungkinkan tidak perlu menunggu persetujuan atau pertimbangan dari kepala daerah. Kepala agraria langsung bisa memberikan kuasa kepada yang memiliki kepentingan untuk dapat menguasai tanah tersebut.

b.    Namun jika telah dilakukan penguasaana tas tanah tersebut, dan presiden memutuskan menolaknya maka yang berkepentingan harus mengembalikan hak atas tanah tersebut kepada pemilik semula.

Jadi dalam keadaan mendesak ini tidak perlu menunggu keputusan presiden melainkan dilakukan secara belakangan dan mengikuti dari keputusan menteri agraria, namun kelemahannya jika presiden tidak menyetujui dan menolak maka harus dikembalikan kepada pemilik hak awal.

Contoh kasus

 

Puluhan warga menolak penggusuran di pemukiman Kampung Sawah, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara  untuk pembangunan jalan tol Cibitung-Cilincing, Kamis (03/11/2020).  Sumber : https://poskota.co.id/2020/12/03/rumah-digusur-untuk-pembangunan-jalan-tol-warga-kampung-sawah-menolak

 

Dari kasus ini kita dapat melihat ironi yang terjadi penggusuran tanah dan bangunan yang sudah didiami selama puluhan tahun ditempat itu harus digusur dan diratakan dengan tanah untuk pembangunan sebuah jalan tol. Memang pada dasarnya jika digunakan untuk kepentingan umum dan dilakukan penggantian ganti rugi yang sesuai saya fikir akan senang hati mendukung pembangunan tersebut namun jika tidak sesuai maka tidak menutupkemungkinan warga akan protes.

 

Jika kita menelaah kasus tersebut, pergantian tersebut tidak sesuai yang mereka harapkan, mereka mengharapkan pergantian ganti rugi termasuk tanah dan bangunannya yang sesuai dengan UUPA Pasal 18 dimana disana dijelaskan bahwa pergantian tanah dan harta benda yang ada diatasnya. Warga semper timur mendesak pemerintah untuk mengganti berikut tanahnya, mereka menjelaskan bahwa pergantian memang dilakukan namun hanya bangunannya saja tidak berikut dengan tanahnya sehingga membuat warga protes. Warga hanya meminta pergantian sebesar 5 juta per meter atas tanahnya atau berapa saja agar tidak kosong sama sekali.

 

Warga menilai bahwa pengusuran ini melanggar karena tidak adanya mediasi atau penyuluhan dari pihak BPN jakarta utara kepada warga terkait hak kepemilikan tanah mereka harus digali.

 

Melihat contoh kasus yang terjadi diatas kita dapat melihat bahwa ketentuan yang ada dalam pasa 8 UU Nomor 20 tahun 1961 tidak laksanakan dengan baik, yakni mengganti rugi dengan layak dan sesuai entah itu tanah dan benda yang ada diatasnya.

 

Pada dasranya memang peraturan itu ada dan tercipta untuk keadilan kepada masyarakat namun jika melihat kasus-kasus yang terjadi ternyata banyak yang tidak mendapatkan keadilan tersebut. jadi pemerintah pusat terkhususnya presiden harus mengkaji para pemimpin yang ada dibawahnya dimana melaksanakan tugas tidak sesuai dengan peratura perundang-undangan yang sesuai.

2.  Bagaimanakah pemberian ganti rugi tanah yang akan dibebaskan haknya untuk kepentingan umum?

Jika kita menilik pada pasal 18 UU No 20 Tahun 1961 bahwa disana kita akan menemukan aturan yang sudah ditentukan untuk pelaksanaan pergantian rugi atas hak tanah yang dicabut untuk kepentingan umum seperti pada kasus diatas yang digunakan sebagai fasilitas jalan tol oleh pemerintah. Didalam pasal 18 ini dijelaskan bahwa pergantian rugi atas hak tanah yang dicabut harus layak jumlahnya.

 

Dalam peraturan presiden  nomor 65 tahun 2006 tentang “perubahan atas peraturan presiden nomor 3 tahun 2005 tentang pengadaan tanah dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum”  terdapat beberapa jenis pergantian rugi atas tanah yang diambil haknya untuk kepentingan umum diantaranya:

 

a.    Pasal 1 ayat 11 “ganti rugi adalah pergantian kerugian terhadap bentuk fisik dan bentuk non fisik yang diakibatkan oleh pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum, diantaranya bangunan, tanah tanaman, atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut yang terkena dampak dari peraihan hak tersebut.

b.    Pasal 12 ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah yang diberikan untuk :

1.    Hak atas tanah

2.    Bangunan

3.    Tanaman

4.    Benda-benda lain yang ada diatas tanah dan berkaitan dengan tanah.

c.    Bentuk ganti rugi.

1.    Uang dan/atau,

2.    Tanah pengganti dan/atau,

3.    Pemukiman kembali.

Jika masyarakat yang menolak mengganti dengan uang maka pemerintah harus mengadakannya dengan pergantian yang layak seperti bangunan baru atau tanah yang lokasinya berbeda namun sepadan dengan kerugian awal.

Kesimpulan :

Jika kita menilik kasus-kasus yang terjadi diindonesia khususnya dalam persengketaan tanah yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan umum masih menjadi polemik yang besar dan masih banyak penolakan, penolakan tersebut diakibatkan karena tidak sesuainya pergantian rugi yang diberikan pemerintah kepada pemilik hak sebelumnya. Jika kita beranggapan pemerintah tidak punya uang sepertinya prasangka yang tidak mungkin, atau adakah oknum yang menggunakan jabatannya untuk mengambil hak tersebut? mungkin saja dari pemerintah pusat memberikan hak yang sesuai namun ketika sampai keapda masyarakat justru terdapat pemotongan-pemotongan yang tidak semestinya dalam artian lain korupsi? Kita tidak tahu, yang kita harapakan adalah ketika hal ini terjadi pemerintah pusat harus bisa mengkoordinir agar bisa berjalan dengan baik terkhususnya pergantian rugi yang sesuai dengan nilai tanah dan barang-barang yang ada di atas tanah tersebut. demikian analisis saya. Terimakasih.

 

SUMBER REFERENSI

2.    https://slidetodoc.com/pencabutan-hak-atas-tanah-menurut-ketentuan-hukum-tanah/

3.    https://123dok.com/article/pencabutan-hak-atas-tanah-untuk-kepentingan-umum.q5rdmmjz

4.    https://poskota.co.id/2020/12/03/rumah-digusur-untuk-pembangunan-jalan-tol-warga-kampung-sawah-menolak

 

Komentar

Tampilkan

  • Bagaimanakah proses pembebasan hak atas tanah yang terjadi diindonesia saat ini? Bagaimanakah pemberian ganti rugi tanah yang akan dibebaskan haknya untuk kepentingan umum?
  • 0

Terkini

layang

.

social bar

social bar

Topik Populer

Iklan

Close x