AESENNEWS.COM - Kita ketahui bahwa pada dasarnya sertifikat
merupakan sebuah bukti otentik yang harus dimiliki setipa orang yang memiliki
tanah dan didalamnya terdapat keabsahan terkait hak atas tanah tersebut. hal
tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah pasal 32 no 24 tahun 1997 tentang “pendaftaran
tanah” yang ditegaskan harus melalui PPAT sebagai pejabat yang berwenang yang
dinaungi oleh badan ATR/BPN Republik indonesia. Dalam perkembagan tenologi yang
semakin maju dari tahun-ke tahun yang mana saat ini memasuki era digitalisme
revolusi 4.0 dan digitalis berbagai sektor pemerintahan termasuk sektor
pertanahan, yang dimana badan pertanahan nasional no 1 tahun 2021 mengenai “sertifikat elektronik” mana yang hal tersebut mengesahkan sertifikat
berupa elektronik dan ditandatangani menteri agraria, Sofyan Djalil pada
tanggal 12 januari 2021.
- Apakah
yang menjadi pertimbangan mengapa diterapkannya kebijakan sertipikat
elektronik bagi para pemegang hak atas tanah?
Yang menjadi pertimbangan atau
latar belakang mengapa pemerintah memberlakukan kebijakan sertipikat menjadi
e-sertipikat, diantaranya :
a. Dalam rangka transformasi digital
dalam segala sektor
Hal ini menjadi dasar utama dimana
sebelumnya ATR/BPN sudah memberlakukan kebijakan digital yaitu empat layanan
elektronik diantaranya:
1. Pengecekan sertifikat
2. Surat keterangan pendataran
pertanahan.
3. Hak tanggungan elektronik dan digital
4. Zona nilai tanah.
Empat hal inilah yang menjadi latar
belakang utama dalam transformasi digital dalam segala sektor pemerintahan
diindonesia dan termasuk diberlakukannya sertipikat elektronik pada tahun 2021
lalu.
b. Adanya jaminan kepastian hukum - Dengan
transformasi menjadi serba digital maka diharapkan mampu memberikan jaminan kepastian
hak atas tanah tersebut, dimana pada masa sebelumnya masih berupa surat biasa
dan masih bisa diduplikasi atau dipalsukan, sedangkan menggunakan digital maka
bisa meminimalisir hal tersebut.
c. Efisiensi waktu dan biaya - Mengcaku
kepada data tahun 2020 mengenai pendaftaran pertanahan PHPT masih terdapat 35%
yang masih belum terdaftar dari 126 juta tanah yang ada diindonesia. Hal
tersebut dikarenakan masih kurang efisiensinya waktu pendaftaran secara manual.
Jika diberlakukan secara elektronik dan komputerisasi akan menghemat waktu dan
biaya.
d. Mengurangi Konflik – menurut data
yang diperoleh tahun 2020 terdapat 241 konflik yang terjadi dibeberapa daerah yang
ada diindonesia, hal ini juga yang mendasari diberlakukannya e-sertipikat agar meminimalisir
konflik yang terjadi, biasanya konflik terjadi karena macam-macam hal
diantaranya; sertipikat ganda, sengketa tanah, adanya mavia tanah dan pemalsuan
sertipikat.
e. Keaslian Sertipikat lebih
terjamin.
Keaslian sertipikat terjamin
karena hal tersebut dibuat semacam barcode, dan satu barcode digunakan untuk
satu sertipikat.
f.
Mudah dibawa kemana-mana karena karena sifatnya digital – artinya ada
didalam database yang dapat diakses oleh pemegang hak atas tanah melalui
genggaman.
-
Tidak mudah rusak
-
Tidak mudah sobek
-
Hilang/terbakar
g. Mengurangi penggunaan kertas.
2. Bagaimanakah perlindungan hukum
bagi para pemegang hak atas tanah apabila diterapkanya sertipikat secara elektronik?
Jika kita mengacu kepada hukum
acara pidana pasal 184 ayat 1 tentang “alat bukti yang sah dapat berupa
keterangan dari saksi, keterangan ahli surat, dan keterangan terdakwa dan bukti
ini dianggap sah secara undang-undang”. Sehingga secara limitaitf bukti yang
sah dalam perkembangan teknologi 4.0 sertipikat elektronik dinyatakan sah
secara undang-undang. Aturan ini juga termuat didalam pasal 5 Peraturan Menteri
ATR/BPN E-sertipikat dinyatakan sah sebagai alat bukti dalam persidangan jika terjadi
sebuah kasus sengketa yang harus melalui persidangan. Sedangkan secara hukum acara pidana dasar
hukumnya diatur didalam pasal 1866 HAP dan diperkuat dengan pasal 164 HIR dan
pasal 284 B.Bg yang menjelaskan lima jenis alat bukti yang berupa:
a. Kesaksian
b. Tulisan
c. Pengakuan
d. Sangkaan
e. Dan sumpah jika diperlukan.
Sehingga
pengambilan keputusan oleh hakim atau jaksa e-sertipikat sah dimata hukum yang juga
ditegaskan dalam peraturan agraria pasal 5 tahun 2021, peraturan pemerintah no
18 tahun 2021 e-sertipikat dinyatakan sah secara hukum dan elektronik. peraturan
pemerintah RI no 71 tahun 2019 mengenai penyelenggaraan sistem dan transaksi
elektronik sebagai aturan teknis UU ITE yang terdapat dalam pasal 1 ayat 4 dan
5 bahwa penyelenggaraan elektronik adalah hak bagi setiap orang dan merupakan
sebuah kewenangan pemerintah yang dilindungi oleh hukum.
Sementara itu
sebelum perubahan pada Peraturan Presiden 71 tahun 2019. Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 telah menegaskan tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
mengatur, bahwa Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, merupakan perluasan dari alat
bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia
Kesimpulan :
Seiring perkembangan teknologi
yang semakin maju maka diperlukannya reformasi dibidang pertanahan hal ini
selaras dengan pasal 14 peraturan menteri ART/BPN nomor 1 tahun 2021 yang
mengganti sertipikat analog menjadi e-sertipikat. Hal tersebut diharapkan agar
lebih menjamin kepastian hukum, efisiensi waktu, mengurangi konflik, dan lebih
utama adalah adanya perlindungan hukum terkait hak atas tanah yang bersifat
elektronik lebih kuat. Dimana didalamnya e-sertipikat sudah dilengkapi dengan
barcode/QR Code yang bisa di scan kapan
saja dan tidak bisa dipalsukan, karena satu QR code digunakan untuk satu
sertipikat.
Sumber-sumber:
2.
https://heylawedu.id/blog/sertifikat-tanah-elektronik-ditunda-ada-apa
(Diakses 27 November 2022)
3.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/jdh/article/view/14585#:~:text=Sertifikat%20tanah%20elektronik%20yang%20menjadi,dikuatkan%20dengan%20Pasal%205%20Peraturan
(Diakses 27 November 2022)
5.
https://publika.rmol.id/read/2021/02/03/473554/menelaah-kebijakan-sertifikat-tanah-elektronik
6.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55907277
7.