AESENNEWS.COM - Hukum internasional tidak secara eksplisit melarang suatu negara untuk melaksanakan yurisdiksi pidana terhadap orang asing.
Namun, hukum internasional menetapkan prinsip-prinsip yurisdiksi yang harus dihormati negara, seperti yurisdiksi teritorial, yurisdiksi nasional, dan yurisdiksi pelindung.
The Lotus Affair (1927) adalah contoh utama hukum internasional mengenai Prancis dan Türki. Kasus ini terjadi ketika kapal perang Prancis Lotus bertabrakan dengan kapal Turki Boz-Kourt di Laut Mediterania. Akibat tabrakan tersebut, 8 awak kapal Turki tewas.
Turki menangkap perwira Prancis yang bertugas menavigasi Lotus dan membawanya ke pengadilan Turki. Prancis memprotes tindakan Türki dan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional (PCIJ). Prancis berpendapat bahwa Turki tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili perwira Prancis tersebut karena insiden tersebut terjadi di laut, di luar yurisdiksi teritorial Turki.
Klik disini untuk Baca Lainnya di bawah ini
Dalam keputusannya, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa tidak ada aturan hukum internasional yang melarang Turki untuk mengadili perwira Prancis tersebut. Mahkamah menyatakan bahwa dengan tidak adanya aturan hukum internasional yang melarang suatu tindakan, suatu Negara berdaulat bebas untuk bertindak sesuai dengan kepentingan nasionalnya, asalkan tindakan tersebut tidak melanggar hak-hak negara lain.
Kasus Lotus menunjukkan bahwa hukum internasional tidak secara eksplisit melarang suatu negara menjalankan yurisdiksi kriminal terhadap orang asing. Namun, negara harus menghormati prinsip yurisdiksi yang diatur dalam hukum internasional dan tidak melanggar hak negara lain. akan tetapi dengan kapal Turki, SS Boz-Kourt, di Laut Aegea. Akibat tabrakan tersebut, delapan awak kapal Turki tewas.
Setelah insiden itu, perwira Prancis yang bertugas di SS Lotus, Letnan Demons, ditangkap oleh otoritas Turki dan diadili di Turki atas tuduhan kelalaian yang menyebabkan kematian awak kapal Turki.
Prancis mengajukan protes terhadap tindakan Turki dan membawa kasus ini ke Pengadilan Internasional (PCIJ). Prancis berpendapat bahwa Turki tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili Letnan Demons karena peristiwa tersebut terjadi di laut internasional dan melibatkan warga negara Prancis. Namun, Turki berpendapat bahwa mereka memiliki yurisdiksi karena peristiwa tersebut mengakibatkan kematian warga negara Turki. PCIJ memutuskan bahwa Turki memiliki hak untuk mengadili Letnan Demons.
Pengadilan menyatakan bahwa tidak ada aturan dalam hukum internasional yang melarang suatu negara untuk melaksanakan yurisdiksi pidananya terhadap orang asing.
Selama tidak ada aturan yang melarang, negara memiliki hak untuk mengeksekusi yurisdiksi pidananya sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui dalam hukum internasional. Dalam konteks Lotus Case, pengadilan menegaskan prinsip teritorial dan prinsip kebangsaan.
Meskipun peristiwa tersebut terjadi di laut internasional, dampaknya terjadi di wilayah Turki, yaitu kematian warga negara Turki. Oleh karena itu, Turki memiliki hak untuk mengeksekusi yurisdiksi pidananya terhadap Letnan Demons. Kasus Lotus menjadi preseden penting dalam hukum internasional mengenai yurisdiksi pidana terhadap orang asing.
Hal ini menunjukkan bahwa suatu negara memiliki hak untuk melaksanakan yurisdiksi pidananya terhadap orang asing, selama tidak ada aturan yang melarang dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui dalam hukum internasional.
Namun, penting untuk dicatat bahwa prinsip Lotus bukanlah prinsip yang mutlak, dan ada pengecualian yang mungkin terjadi dalam situasi tertentu. Selain itu, sejak Lotus Case, terjadi perkembangan penting dalam hukum internasional yang berkaitan dengan yurisdiksi negara terhadap orang asing, terutama dalam bidang kejahatan internasional dan hak asasi manusia. Prinsip-prinsip seperti yurisdiksi universal dan yurisdiksi teritorial yang meluas telah berkembang untuk mengatasi kejahatan yang melanggar norma-norma internasional dan melindungi hak asasi manusia.
Dalam kesimpulannya, Lotus Case merupakan kasus klasik dalam hukum internasional yang membahas yurisdiksi negara terhadap orang asing. Meskipun kasus ini menegaskan prinsip yurisdiksi teritorial negara, perkembangan lebih lanjut dalam hukum internasional telah memperluas kajian mengenai yurisdiksi negara, terutama dalam konteks kejahatan internasional dan hak asasi manusia.
Sumber :