-->

PJ Bupati Purwakarta

#'

no-style

Apakah hukum internasional ada mengatur mengenai larangan suatu negara untuk melaksanakan yurisdiksi pidananya terhadap orang asing?. Jelaskan tanggapan anda dengan menganalisa kasus Lotus Case, yang adalah sebuah kasus klasik dalam hukum internasional, yang terjadi antara Prancis dan Turki.

AESENNEWS.COM
Tuesday, May 30, 2023, 11:01:00 AM WIB Last Updated 2023-05-30T04:01:22Z

AESENNEWS.COM - Secara umum, hukum internasional memiliki arti sebagai himpunan dari semua peraturan yang mengikat dan mengatur hubungan yang terjalin antara negara-negara dan subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat secara internasional. John O’Brien berpendapat bahwa hukum internasional adalah sistem hukum yang berkaitan dengan hubungan antar suatu negara dengan negara lainnya.

Seseorang yang bertempat tinggal di suatu negara tetapi bukan merupakan penduduk asli dari negara tersebut dinamakan sebagai warga negara asing. Dalam menentukan seseorang apakah merupakan penduduk asli atau warga negara asing diatur dalam hukum nasional dari masing-masing negara. Walaupun tiap negara mengatur peraturan mengenai kewarnegaraannya dalam wilayah negaranya, tetapi negara tersebut harus pula memperhatikan prinsip yang telah diterapkan dalam hukum internasional dan asas-asas umum hukum internasional tentang kewarnegaraan. Setiap negara yang berdaulat memiliki yurisdiksi untuk memperlihatkan kewibawaan yang dimiliki kepada warga negaranya atau masyarakat internasional. Setiap negara memiliki kewenangan dalam mengatur tindakan-tindakan yang ada dalam teritorinya dan jenis tindakan lain yang merugikan kepentingan negaranya yang semestinya dilindungi. Secara singkat yurisdiksi memiliki arti sebagai “kekuasaan atau kewenangan hukum”. Huala Adolf berpendapat bahwa yurisdiksi adalah kekuasaan hukum yang dimiliki suatu negara terhadap orang, benda, dan peristiwa hukum. Yurisdiksi juga merupakan bentuk kedaulatan yang vital yang berhubungan dengan kewajiban hukum. Yurisdiksi pidana adalah kewenangan hukum yang dimiliki pengadilan dalam suatu negara terhadap jenis perkara yang bersangkutan dengan kepidanaan, baik yang menyangkut tentang unsur asing maupun nasional. Hakim J.B. Moore dalam Lotus Case mengemukakan bahwa ”Tidak ada anggapan imunitas  yang muncul dari fakta bahwa orang yang dikenai  perkara itu orang asing;  seorang asing  tidak dapat menuntut pembebasan  dari pelaksanaan yurisdiksi demikian kecuali  sejauh orang itu  dapat  memperlihatkan hal-hal berikut :  karena alasan imunitas khusus, ia tidak tunduk pada hukum lokal atau hukum lokal itu tidak sesuai dengan hukum internasional”. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Komisi Ahli untuk mengodifikasi Hukum Internasional pada tahun 1926, yurisdiksi yang paling berwenang terhadap pelaku tindak pidana berada pada negara yang paling terganggu ketertiban sosialnya dan wilayah yang menjadi tempat kejahatan merupakan bagian dari negaranya. sedangkan hasil penelitian Universitas Harverd mengemukakan bahwa pertimbangan lain dalam menerapkan yurisdiksi teritorial adalah kepentingan negara tempat pelaku tindak pidana tersebut berada, fasilitas dan pejabat yang paling mumpuni dalam menangani tindak pidana baik yang dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun warga negara asing.Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum internasional tidak mengatur tentang larangan suatu negara untuk menjalankan yurisdiksi pidananya terhadap orang asing.

Pada tanggal 2 Agustus 1926 terjadi tubrukan kapal di laut lepas antara kapal Prancis Lotus dan kapal penambang Turki Boz-Kourt yang mengakibatkan tenggelamnya kapal Boz-Kourt milik Turki. Tenggelamnya kapal tersebut mengakibatkan delapan orang warga negara turki meninggal dunia. 10 orang yang masih selamat dari tenggelamnya kapal Boz-Kourt termasuk Hassan Bey selaku kapten dari kapal tersebut dibawa ke Turki menggunakan kapal lotus. Kapal lotus dikapteni oleh Monsieur Demons, warga negara Perancis. Kapal lotus tiba di Konstantinopel keesokan harinya dan Monsieur Demons langsung ditangkap, diadili, dan dipenjara selama 80 hari serta dibebani dengan pendendaan sejumlah uang karena melakukan tindak pidana kejahatan pembunuhan. Perancis merasa keberatan dengan apa yang dilakukan oleh Turki karena menurut Perancis, Turki tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili kasus tersebut. Perancis juga berpendapat bahwa negara yang benderanya dikibarkan di atas kapal tersebut memiliki yurisdiksi eksklusif terhadap masalah tersebut, dan juga menawarkan ‘praktik negara’ untuk mendukung posisinya. Perancis menuntut pembebasan terhadap Demons atau pemindahan kasus ke Perancis. Turki sendiri berpendapat bahwa negara yang memiliki kedaulatan dapat bertindak sesuai dengan apapun yang mereka inginkan selama tindakannya tersebut tidak bertentangan dengan larangan eksplisit hukum internasional. Pada akhirnya kasus tersebut dibawa ke Mahkamah Internasional Permanen atau Permanent Court of International Justice (PCIJ). Dalam persoalan tersebut, Mahkamah Internasional tidak memiliki ketentuan apapun sehingga Perancis mengatakan bahwa negara-negara tidak boleh berbuat seperti apa yang dilakukan Turki terhadap Demons. Namun, Turki juga mengemukakan bahwa apabila tidak terdapat larangan secara terang-terangan dari hukum internasional, maka suatu negara dapat berbuat hal demikian. Oleh sebab itu, akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan bahwa negara dapat memberikan wewenang yang dianggap perlu dalam peradilan-peradilannya, sekalipun persoalan yang terjadi di luar negeri, kecuali jika terdapat pembatasan kedaulatan negara dalam menjalankan wewenang tersebut.

Jadi, Mahkamah Internasional membenarkan tindakan yang dilakukan oleh Turki dan membenarkan statement Turki tentang jika idak terdapat larangan secara terang-terangan dari hukum internasional, maka suatu negara dapat berbuat hal demikian. Prinsip negara bendera yang dikatakan oleh Perancis secara tidak langsung ditolak oleh mayoritas di pengadilan karena tidak terdapat aturan mengenai hal tersebut dalam hukum internasional. Implikasi dari prinsip tersebut telah diubah oleh Pasal 11 Konvensi Jenewa tentang Laut Lepas, 1958. Konvensi tersebut menekankan fakta bahwa negara di mana pelaku adalah warga negara yang memiliki yurisdiksi atas pelaut mengenai kasus yang terjadi di laut lepas. Dalam batas wilayahnya, suatu negara dapat menerapkan yurisdiksinya dalam kasus apapun, walaupun tidak terdapat aturan khusus dari hukum internasional. Keputusan pengadilan bersumber dari ‘konsep kedaulatan negara’ disebabkan karena hukum internasional mengatur tentang hubungan antara negara merdeka serta prinsip yang secara mengikat negara asal dari kehendak bebas sendiri.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah hukum internasional tidak mengatur tentang larangan suatu negara untuk menjalankan yurisdiksi pidananya terhadap orang asing. Tindakan yang dilakukan oleh Turki terhadap Demons tidak melanggar hukum internasional. Turki memiliki kewenangan yurisdiksi karena persoalan tersebut memberikan efek pada pengangkut batu bara Turki dan pengadilan memutuskan bahwa pengangkut batu bara Turki merupakan wilayah dari Turki. Oleh sebab itu, Turki dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap kapal tersebut sesuai dengan cara yang dilakukan dalam menjalankan yurisdiksi atas tanahnya dengan mengesampingkan negara lain

Komentar

Tampilkan

  • Apakah hukum internasional ada mengatur mengenai larangan suatu negara untuk melaksanakan yurisdiksi pidananya terhadap orang asing?. Jelaskan tanggapan anda dengan menganalisa kasus Lotus Case, yang adalah sebuah kasus klasik dalam hukum internasional, yang terjadi antara Prancis dan Turki.
  • 0

Terkini

layang

.

social bar

social bar

Topik Populer

Iklan

Close x