AESENNEWS.COM - Otonomi Daerah adalah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah di dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia. Pada satu sisi otonomi daerah bisa membantu percepatan pemerataan pembangunan, namun pada sisi yang lain, muncul persoalan. Salah satu persoalan yang mengiringi pelaksanaan otonomi daerah adalah maraknya perilaku korupsi yang terjadi tidak hanya di pemerintah pusat, tetapi juga pada pemerintah daerah. Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara tersebut bukan hanya kejahatan biasa, tetapi menunjukkan tata kelola pemerintahan yang buruk. Hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip good and clean governance.
Apa pendapat Anda tentang hal ini?
Menurut pendapat saya hal itu biasa-biasa saja karena memang dari pemerintah pusat sudah mengajarkan tentang tatacara korupsi, karena sering kita dengar di kalangan masyarakat kalau uang yang dari pemerintah pusat itu sudah di potong beberapa persen baru sampai ke daerah, kalau tidak dari pusat seperti itu saya rasa di daerah tidak aka nada juga hal yang sama.
Sudah tidak bisa di fungkiri adanya korupsi di pemerintah daerah karena keuangan dan kewenangan daerah sudah menjadi urusan daerah. maka uan-uang itu dikorupsi oleh pemerintah daerah adapun beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi di pemerintah daerah antara lain :
1. karena biaya pemilukada langsung yang mahal, Tidak dapat dipungkiri tingginya praktik korupsi dikarenakan biaya politik yang mahal. berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh KPK, seorang calon bupati/wali kota membutuhkan 20-30 miliar dan calon Gubernur membutuhkan 20-100 Miliar untuk pencalonan nya (KPK 2015). Besarnya biaya politik mengakibatkan maraknya praktik korupsi
2. Kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah,
3. Kurang pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya yang ada,
4. Serta lemahnya pengawasan
Dan apa saran yang bisa Anda berikan agar pelaksanaan otonomi daerah justru bisa mengurangi terjadinya perilaku korupsi?
Saran yang bisa saya berikan adalah sebagai berikut :
1. Pantang terlibat tindak pidana korupsi
"Mulai dari diri sendiri" adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan poin ini. Bisa dibayangkan jika ratusan juta rakyat Indonesia sama-sama memegang teguh prinsip kejujuran, maka korupsi akan tinggal cerita.
Namun kesamaan persepsi ini tidak akan muncul begitu. Agar dapat menolak dan tidak terlibat dalam korupsi, seseorang harus memahami jenis-jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dengan memahami apa dan bagaimana korupsi serta jenis-jenis korupsi, seseorang bisa dengan mudah menghindarinya. Jangan sampai, korupsi terjadi karena ketidaktahuan yang akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
2. Berlatih untuk berintegritas
Seseorang yang antikorupsi haruslah memiliki integritas yang kokoh. Integritas adalah bertindak dengan cara yang konsisten dengan apa yang dikatakan. Nilai integritas merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.
Jika seseorang mengakui bahwa dia orang yang jujur, maka pengakuannya akan tercermin dari tindakan, perasaan, dan perilakunya. Integritas akan menjaga orang itu tetap jujur, walau tidak ada orang lain di sekitar yang melihat kejujurannya.
3. Melaporkan tindak pidana korupsi
"Lihat, Lawan, Laporkan" sebagai salah satu jargon KPK bukannya tanpa arti. Dengan jargon tersebut, KPK mengajak masyarakat untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum jika mendapati kasus korupsi.
Pelaporan masyarakat merupakan penyumbang terbesar dalam terbongkarnya kasus-kasus korupsi di Indonesia, mulai dari kasus kecil hingga kakap. Maka dari itu, peran masyarakat dalam pelaporan tindak pidana korupsi sangat penting.
Masyarakat yang antikorupsi tidak akan diam saja jika melihat korupsi di depan matanya.
4. Memperbaiki sistem antikorupsi
Masyarakat juga bisa berperan memberantas korupsi dengan berkontribusi dalam perbaikan sistem. Perbaikan sistem dimaksudkan untuk menutup celah-celah korupsi yang bisa dimanfaatkan para koruptor menilap uang negara.
Masyarakat yang memiliki kedudukan di pemerintahan atau perusahaan, bisa melakukan perbaikan sistem secara langsung. Mereka bisa mengidentifikasi celah-celah korupsi, misalnya pada pengadaan barang dan jasa atau rekrutmen serta promosi pegawai, dan menutupnya dengan kekuasaan yang dimiliki.
5. Kampanye dan menyebarkan nilai integritas
Dengan prinsip pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan seorang diri, maka nilai-nilai antikorupsi dan integritas harus disebarluaskan. Seorang yang memegang teguh integritas harus menularkan nilai-nilai luhur tersebut ke sekitarnya, mulai dari keluarga, teman, kampus, atau rekan kerja.
Seseorang yang memiliki tekad kuat menjadi agen perubahan, sudah seharusnya memiliki pola kampanye antikorupsi. Tidak selalu harus dengan sosialisasi yang serius, bisa juga melalui aksi kreatif sebagai pemantik kesadaran antikorupsi, seperti puisi, lagu, atau dongeng.
6. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk menyatakan dan mengungkapkan jumlah kekayaan mereka sebelum dan sesudah menjabat.
Dengan demikian, masyarakat dapat memantau kewajaran peningkatan kekayaan mereka, terutama jika terjadi peningkatan kekayaan setelah selesainya tugas. Kesulitan muncul ketika kekayaan yang diperoleh melalui korupsi ditransfer ke orang lain, seperti anggota keluarga.