AESENNEWS.COM - apakah UU ASN memberikan ruang bagi bawahan untuk mengkri? Pendapat montesquieu menjelaskan bahwa kekuasaan negara dibagi menjadi tiga bagian yang mendasar diantaranya sebagai berikut:
a) Kekuasaan Legislatif, yang mana jenis kekuasaan ini bertujuan untuk membentuk peraturan perundang-undangan.
b) Kekuasaan Eksekutif, kekuasaan ini bertujuan untuk melasksankan pemerintahan dalam kegiatan sehari-hari dalam melaksanakan isi perintah dari perundang-undangan yang dibuat oleh kekuasaan legislatif.
c) Kemudian kekuasaan Yudikatif, kekuasaan yang tujuannnya untuk mengadili jika ada peraturan yang dilanggar baik dalam pembuatan peraturan undang-undang atau dalam pelaksanaan perundang-undangan.
Kemudian dalam struktur kekuasaan negara ini muncul kekuasaan keempat yang dianggap dalam kehidupan negara sehari-hari aparatur negara mempunyai peran penting dimana dalam kekuasaan kewenangannya bukan hanya menjalankan sebagai eksekutor tapi juga menjalankan fungsi sebagai legislatif. Dimana dalam kegiatan keseharian kenegaraan dengan kewenangannya mengeluarkan juga produk hukum yang memiliki kekuatan atau daya ikat untuk mengatur warga negara. Sehingga faktor tersebut yang membuat aparatur negara dimasukan dalam kekuasaan keempat setelah Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Kemudian jika mengacu pada Aparat Negara sebagai kekuasaan keempat ada juga dibawahnya adalah Aparat Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil yang mana berdasarkan pada UU Nomor 43 Tahun 1999 menerangkan bahwa;
“Pegawai Negeri merupakan setiap warga negara Republik Indonesia yang sudah memenuhi syarat yang ditentukan, dan kemudian diangkan oleh pejabat yang berwenang dan juga diserahi tugas sesuai jabatannya yang berupa tugas negara dan digajih berdasarkan pada peraturan peundang-undangan yang berlaku”.
Kemudian terkait dengan aturan mengenai Aparatur Sipil Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Dimana sudah diatur mengenai hak, kewajiban, fungsi, tujuan, kewenangan dan lain sebagainya terkait dengan Pelaksanaan tugas negara. Kemudian terkait dengan apakah UU ASN memberikan ruang bagi aparatur sipil negara untuk mengkritisi. Jika kita menelaah dalam UU ASN memang tidak disebutkan bahwa adanya kebebasan untuk mengkritik terkait dengan kebijakan pemerintah, dan tidak dijelaskan dalam peraturan lain secara eksplisit mengenai peluang atau ruang bagi ASN untuk mengkritisi atasanya.
Di dalam peraturan yang mengatur tingkah laku atau prilaku ASN dalam kehidupan sehari-hari yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil PP 53/2010. Yang dimana dijelaskan kewajiban ASN untuk taat dan setia terhadap pemerintah yang mana disebutkan dalam Pasal 3 angka 3 PP 53/2010 yang menerangkan bahwa, “setiap PNS wajib untuk setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan juga Pemerintah”. Diamana dijelaskan juga mengenai Pasal 3 angka 3 PP 53/2010 mengenai “ maksud dari setia dan taat sepenuhnya pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan juga Pemerintah” yaitu setiap elemen PNS disamping untuk taat juga diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebijakan Negara dan juga Pemerintah dan tidak menentang atau mempermaslahkan Pancasila, dan UUD 1945.
Sehingga memang dengan aturan yang mengikat setiap aparatur negara dalam hal ini ASN untuk selalu tunduk pada pemerintah atau atasannya karena jika menentang berpotensi untuk mendapatkan sanksi baik berupa pemberhentian atau pencopotan jabatan. Namun dalam setiap kebijakan yang diambil pasti mendapatkan polemik dan kontrak dari masyarakat sehingga pentingnya kebebasan untuk mengkritik dan menyampaikan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Mengingat kebebasan berpendapat diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi patokan dalam hal kebebasan berpendapat termasuk juga untuk kalangan ASN sehingga bisa untuk menyampaikan kritik atau pendapat jika dalam suatu putusan dan kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kemudian dalam Pasal 8 angka 8 PP 53/2010 menjelaskan mengenai aturan bahwa PNS bisa dijatuhi hukuman mengenai disiplin ringan jika tidak melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui dan menemukan ada hal yang bisa merugikan dan membahayakan negara atau pemerintah dalam bidang keamanan, keuangan, dan pelanggaran lain dalam segi unit kerja yang berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 angka 10, apabila pelanggaran berdampak negatif pada unit kerja. Maka jika mengacu pada perautan UU yang berlaku bisa menjadi patokan bagi setiap ASN untuk bisa menyampaikan pendapat berupa kritik, saran, apabila terjadi pelanggaran yang merugikan negara atau pemerintah. Karena jika berpatokan pada Pasal 8 angka 8 PP 53/2010 harus di laporkan jika tidak akan diberikan sanksi ringan atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Maka jika mengacu pada pertanyaan UU ASN memberikan ruang bagi bawahan untuk mengkritisi adalah bisa dengan mengacu pada Pasal 8 angka 8 PP 53/2010 dengan melaporkan kepada atasan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Kesimpulan
Memang dalam UU ASN tidak dijelaskan secara mendetail dan eksplisit mengenai peluang bagi ASN untuk mengkritik atasan atau pemerintah, namun dalam sikap profesionalisme penting juga untuk bisa mengkritik atau memberikan pendapat yang disertai dengan pemikiran yang logis dan fakta yang mendukung sehingga kritik dan argumentasi bersifat konstruktif sehingga memberikan usulan dan perbaikan atas putusan yang diambil. Dan mengacu pada PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 Pasal 8 Angka 8 yang mewajibkan setiap ASN melaporkan jika mengetahui ada hal yang bisa membahayakan baik untuk pemerintah, negara dan instansi terkait. Peraturan ini yang bisa menjadi landasan dalam berpendapat dan kritik terhadap atasan dan pemerintah bagi setiap ASN disamping Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 mengenai kebebasan berpendapat bagi setiap orang.