Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada bulan Februari 2022 mencatat bahwa 33,7 persen responden menyatakan penegakan hukum di Indonesia 'buruk' atau 'sangat buruk'. Sementara, hasil survei Indikator pada bulan Agustus 2022 juga mencatat bahwa 37,7 persen responden menilai bahwa penegakan hukum di Indonesia dinilai 'buruk' atau 'sangat buruk'.
"Perwujudan cita hukum nasional harus bermuara pada kesejahteraan rakyat yang dapat dicapai melalui tahapan pembangunan nasional secara berkesinambungan. Pembangunan harus menjadi rangkaian langkah dan kebijakan yang terarah, terencana, dan dilindungi oleh payung hukum, untuk memenuhi aspek legalitas, serta landasan gerak dan operasional," ujar Bamsoet usai menghadiri prawisuda program sarjana anak kelimanya, Saras Shintya Putri dengan predikat cumlaude di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok, Kamis (9/3/23).
Hadir antara lain Dekan FH UI Edmon Makarim, Wakil Dekan FH UI Parulian Paidi Aritonang, Guru Besar FH UI Prof Dr Harkristuti Harkrisnowo, Prof. Dr. Satya Arinanto serta beberapa guru besar lainnya.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menerangkan, seiring proses pematangan kehidupan demokrasi, penegakan hukum yang berkeadilan tidak hanya diperlakukan sebagai sebuah prosedur yang harus ditaati. Melainkan juga harus memenuhi tujuan hukum itu sendiri, yaitu memberikan rasa keadilan, nilai kemanfaatan, dan kepastian hukum. Sehingga hukum yang seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman, tidak justru berpotensi melukai rasa keadilan masyarakat.
"Secara filosofis penegakan hukum yang berkeadilan juga harus merujuk pada konsep keadilan sebagaimana diamanatkan sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Dimana menempatkan keadilan sebagai bagian dari martabat kemanusiaan. Serta sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menempatkan keadilan sebagai hak yang dapat diakses oleh seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, dalam dimensi yang lebih luas, penguatan sistem hukum nasional dapat juga dimaknai dalam konteks sistem ketatanegaraan dan kehidupan demokrasi. Upaya memajukan hukum, membangun sistem ketatanegaraan, dan mendewasakan kehidupan demokrasi, harus menjadi proses yang tidak pernah berhenti. Karena kehidupan kebangsaan akan terus berpacu dengan laju peradaban.
"Karena itu, penting untuk memiliki pondasi yang kuat agar dalam prosesnya kita tidak kehilangan jati diri ke-Indonesiaan kita. Pembangunan bidang hukum harus tetap menempatkan Pancasila sebagai landasan filosofis, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan yuridis, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai konsensus bersama dan Bhineka Tunggal Ika sebagai daya ikat kohesi kebangsaan," pungkas Bamsoet (Nang/Red).