"Jadi, meributkan soal wacana penundaan pemilu saat ini terlalu prematur. Sebab, MPR RI sendiri akan tetap berpijak pada ketentuan konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Penundaan Pemilu hanya bisa dilakukan apabila terjadi force majeure berupa kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang membuat Pemilu tidak bisa dilaksanakan sebagian atau seluruh tahapan," ujar Bamsoet dalam acara press gathering bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (MPR/DPR/DPD-RI) di Bandung, Sabtu (18/3/23).
Hadir antara lain Ketua Fraksi Demokrat MPR RI Benny K. Harman, Sekretaris Fraksi PKB MPR RI Eem Marhamah, Plt. Deputi Administrasi/Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal MPR RI Siti Fauziah, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen Ariawan serta para wartawan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (MPR/DPR dan DPD RI).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini tidak menampik adanya wacana penundaan Pemilu. Terlebih, Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat memutuskan untuk mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pasca dinyatakan tidak lolos ikut sebagai peserta Pemilu 2024. Dalam putusannya PN Jakarta Pusat menghukum KPU agar menunda pelaksanaan tahapan Pemilu 2024.
"Apabila Pemilu 2024 ditunda, kita belum punya pengaturannya. Para penyusun amandemen ke-4 UUD NRI 1945 hanya mengatur periodesasi masa jabatan bagi Presiden/Wakil Presiden, DPR/DPD/MPR dan DPRD ditingkat provinsi, kota/kabupaten. Bagaimana dengan perpanjangan masa jabatan presiden, wakil presiden, serta anggota DPR, DPD, MPR dan DPRD ditingkat provinsi, kota/kabupaten yang habis pada tahun 2024. Apakah mereka tetap atau akan digantikan oleh pelaksana tugas ataupun pejabat sementara. Kepala daerah jelas ada Plt. Tetapi bagaimana dengan presiden, wakil presiden, anggota DPR, MPR, DPD dan DPRD. Apakah disebut Plt Presiden, Plt Wakil Presiden, Plt anggota DPR dan seterusnya. Kita kan nggak pernah membayangkan, dan saya yakin para pembuat UUD dulu belum membayangkan ke arah itu. Tetapi kalau kita bicara soal ini pasti jadi ramai," kata Bamsoet.
Kendati begitu lanjut Bamsoet, sebagai bangsa kita harus berani membangun diskursus soal ini untuk berjaga-jaga. Karena dalam konstitusi hanya ada pengaturan masa jabatan presiden dan jabatan-jabatan lain yang berasal dari pemilu berakhir 20 Oktober setiap lima tahun sekali.
“Menurut saya, semua pihak harus berani menyiapkan diri dan bicara terbuka dengan kenyataan tersebut. Coba bayangkan kalau Covid-19 baru mulai hari ini, apakah dimungkinkan 2024 digelar Pemilu. Karena bencana pandemi tidak hanya berskala nasional, tapi internasional," tambahnya.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, perlu dipikirkan aturan hukum baru mengenai masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, MPR dan DPRD ditingkat provinsi, kota/kabupaten, apabila benar-benar terjadi penundaan Pemilu karena situasi force majeure sebagai diatur dalam konstitusi maupun undang-undang. Sebab, di dalam konstitusi maupun perundang-undangan belum mengatur perpanjangan atau penambahan masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota DPR, MPR, DPD dan DPRD.
"Aturan hukum baru mengenai masa jabatan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, MPR dan DPRD apabila terjadi penundaan Pemilu, menarik untuk dikaji oleh para stake holder bangsa. Semuanya perlu kita pikirkan dan atur guna mengantisipasi segala hal yang mungkin terjadi," pungkas Bamsoet (nanang).