AESENNEWS.COM, Cirebon - Pemerintah telah resmi menaikkan harga tiga jenis bahan bakar minyak (BBM) mulai Sabtu (3/9/2022) jam 14.30 WIB, di mana perinciannya masing-masing sebagai berikut: harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, solar naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500. Menurut berita yang beredar, baik itu dari media cetak maupun elektronik bahwa kebijakan ini diambil pemerintah berdasarkan atas survei di lapangan tentang BBM bersubsidi yang notabene diperuntukkan bagi orang-orang miskin tetapi justru pada kenyataannya lebih banyak dinikmati oleh orang-orang kaya.
Lalu timbul pertanyaan, apakah kebijakan tersebut adalah solusi jitu? Ternyata sama sekali tidak. Orang miskin yang jumlah populasinya masih terbanyak di bumi pertiwi ini ketimbang orang kaya, untuk kali ini pun menjadi korbannya.
Mereka begitu meradang tidak hanya dengan kenaikan harga BBM itu sendiri, melainkan juga dampaknya terhadap lain-lainnya yang secara otomatis ikut naik pula, terutama harga sembako. Hal ini sudah bukan rahasia umum lagi.
Tetapi lain halnya yang terjadi di pasar tradisional Drajat kota Cirebon. Nurul (25) Pedagang mengatakan "bahwa kenaikan harga BBM sama sekali tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga segala jenis kebutuhan pokok. "Harga sembako tetap stabil. Misalnya, beras di toko saya ada dua jenis. Baik itu sebelum maupun sesudah kenaikan harga BBM harga jualnya tetap sama.
Beras jenis pertama sebelum harga BBM naik, saya jual dengan harga Rp 10.000 kemudian pas kenaikan harga BBM sampai sekarang tetap saya jual Rp 10.000. Begitu juga dengan beras jenis kedua sebelum dan sesudah BBM naik harganya, tetap saya jual Rp 11.000, "bebernya pada Selasa (27/9/2022). "Hanya saja keuntungan bagi saya sebagai penjual sedikit berkurang. Sebelum kenaikan harga BBM beras jenis pertama saya membeli dari agen dengan harga Rp 9.000 per kilogram tetapi sesudahnya menjadi Rp 9.200 per kilogram. Dan beras jenis kedua yang sebelum harga BBM naik harga belinya Rp 10.000 per kilogram, sekarang Rp 10.200 per kilogram. Tetapi memang memang kalau saya perhatikan khusus untuk beras jenis pertama sesudah kenaikan harga BBM kualitasnya kurang baik berbeda sekali dengan sebelumnya. Lalu saya tanya sama agennya kenapa katanya sih bukan imbas dari kenaikan harga BBM tetapi karena gagal panen," imbuhnya.
Sedangkan untuk telur dan minyak goreng sesudah kenaikan harga BBM menurut pedagang yang bernama lengkap Nurul Sova ini, justru mengalami penurunan harga yang cukup drastis. "Telur per satu kilogram yang sebelumnya saya jual Rp 30.000, sekarang harga jualnya Rp 24.000. Kemudian minyak goreng yang per kilogramnya dulu sebelum kenaikan harga BBM saya jual Rp 16.000, sekarang saya jual Rp 13.000," ungkapnya.
Lebih lanjut beliau mengatakan kepada awak media bahwa hal sebaliknya juga terjadi pada barang-barang yang bukan termasuk sembako semisal air mineral dan rokok yang mengalami kenaikan harga sebagai dampak konkrit dari kenaikan harga BBM. "Setiap pengiriman sebanyak 20 dus air gelas mineral, sekarang bertambah ongkos kirimnya menjadi Rp 500 per dusnya. Kemudian harga rokok, rokok Gudang Garam Filter yang dulu harga per bungkusnya Rp 25.000, sekarang menjadi Rp 25.500. Dan rokok Marlboro harga semula Rp 33.000, sekarang Rp 34.000 per bungkus," tutupnya.
(David-Crbn)